Taman Kota di Malioboro

Kereta api dengan delapan gerbong itu masih melingkar-lingkar di atas rel bewarna coklat yang mengular memblelah lembah-lembah, gunung-gunung di atas punggung pulau jawa. Kereta api kelas eksekutif itu menuju ke Jogya telah berangkat dari Jakarta kemaren sore. Di ufuk timur warna mega merah telah terlukis dengan indah. Sebentar lagi matahari akan mengintip dari sela bebukitan sana. Kereta api itu masih berlari cepat, mengejar waktu sampai di Kota Jogya pagi itu.

Tak lama kemudian kereta api itu mengurangi kecepatan hingga berhenti di suatu stasiun di tengah Kota Jogya. Jam telah menunjuk jam 5:45 wib. Terlihat berbondong-bondong orang keluar satu demi satu dari setiap mulut pintu kereta itu. Terlihat di gerbang masuk stasiun tertulis “Selamat Datang di Stasiun Tugu Jogyakarta”. Terlihat seorang pemuda menyandang ransel besar bewarna biru turun dengan kaku dari pintu depan gerbong kedua. Dia melihat-lihat di sekelilingnya mencari pintu keluar. Sambil memutar kepalanya, dia mencari tulisan “Exit” yang tergantung di sebuah pintu tepat di samping kanan posisinya. Lalu ia melangkah ke arah sana menuju keluar.

Pemuda itu pendatang baru di Jogya. Tidak mengherankan banyak sekali pendatang baru di Kota Yogyakarta ini, karena Kota Jogya merupakan miniature Indonesia. Semua jenis orang dari berbagai daerah di Indonesia dapat di temui di Kota Jogya. Karena lokasinya berada di tengah-tengah, jadi dari arah manapun Kota Jogya mudah di jangkau dari Indonesia bagian barat maupun dari bagian timur.

Terlihat pemuda itu masih mencari-cari jalan menuju ke jalan utama Kota Jogya. Dia melihat mesjid pas di gerbang utama stasiun. Langsung ia menunaikan shalat subuh walaupun telah agak terlambat. Setelah shalat ia coba istirahat sejenak di mesjid kecil di pinggiran jalan yang telah lalu lalang dipenuhi oleh kendaraan itu. Lalu ia memngambil HPnya dan mengetik sebuah sms

“Thomas aku dah nyampe di stasiun niy. Kamu pulang kuliah jam berapa nanti?”

“agak lama, mungkin agak siang-siang nanti. ku bilang apa, berangkatnya siang besok saja, jadi aku langsung bisa jemput kamu di stasiun”

“gak pa-pa kok Mas, aku bisa jalan-jalan di di daerah sini dulu sambil nunggu kamu jemput nanti, nampaknya rame daerahnya, di sini pasar ya?”

“iya,, disebelah kanan kamu tu Malioboro, tungguin aja aku di sana, nanti aku jemput setelah pulang kuliah nanti, jalan-jalan aja, suasananya bagus kok, kalo mau belanja juga murah-murah”

“iya Mas, nanti kalo mau jemput kabari aja ya”

“ok, udah ya Zy aku mau kuliah lagi niy..hari ini aku jam pagi”

Zy. Itulah nama panggilan akrab pemuda itu oleh teman-temannya. Ia sengaja datang ke Jogya untuk liburan. Thomas adalah temannya Zy waktu SMA dulu yang sedang kuliah di UGM semester IX sekarang. Pagi itu Thomas ada bimbingan skripsinya, jadi ia tidak bisa langsug menjemput Zy di stasiun. Pada awalnya Thomas telah mengingatkan Zy untuk berangkat siang aja, jadi nyampe di Jogya bias agak sore dan Thomas bisa langsung menyemputnya. Tapi Zy menolak, ia tetap bersikeras unutk berangkat malam,”bisa tidur, lumayan lama perjalanannya dari Jakarta ke Jogya tu, kalo tidurkan rasanya cepat, jadi ngak kelamaan nunguu” begitulah jawaban dari Zy waktu menolak untuk berangkat pagi dari Thomas.

₪₪

Hari sudah tampak siang. Matahari dengan gagah memuntahkan sinarnya. Zy mulai tegak dan berjalan. Dia tidak tahu mau kemana, dia akan mengikuti kemanapun kakinya melangkah. Tak jauh dari mesjid, dia melihat peta besar yang di tempelkan di dinding di sebuah pos keamanan. Dia melihat tulisan di atas peta itu “Peta Malioboro”. Zy masih melihat-lihat peta itu dengan penasaran. Dia masih belum tau dimana posisinya sekarang. Lalu ia bertanya pada petugas pos.

“maaf mas, posisi kita sekarang dimana ya?” Tanya Zy pada petugas pos itu sambil melihat-lihat ke arah peta.

“disini mas. Kalaw masnya lurus ke selatan, mas akan berada di malioboro ini, lalu terus lagi mas akan tiba di Kraton, ni bawa aja peta ini” jelas petugas pos dengan lengkap sambil memnyuguhkan sebuah peta berukuran kertas A4 pada Zy.

“terima kasih pak, aku permisi dulu, selamat pagi”

“sama-sama. Selamat pagi”

Dengan bermodal peta yang diberikan petugas pos pelayanan keamanan tadi, Zy telah dapat berjalan di sepanjang jalan Malioboro. Tampaklah di sebelah kanan sana berjejeran pedagang yang menjual beraneka ragam batik. Dari baju batik, tas batik, sandal batik, sampai topi batik juga ada. Zy berjalan dengan merasa bangga bisa melihat hasil karya budaya-budaya Indonesia yang berjejeran, tak terbayangkan kok Malaysia punya ide untuk mencuri kebudayaan batik ini menjadi budaya mereka, udah jelas-jelas ini adalah hasil karya Indonsia sudah sejak dulu, bahkan sebelum kolonial belanda dulu. Ke depan kita harus hati-hati untuk untuk menjaga warisan-warisan budaya yang di turunkan oleh nenek moyang kita dahulu, sayangkan kalo di curi.

Tak lama berjalan, Zy telah terlihat keletihan. Ransel besar yang di sandangnya jelas menguras tenaga Zy. Lalu Zy singgah sebentar di mini market yang berada di pinggir jalan malioboro ini, setelah membeli beberapa roti dan satu botol teh, ia mencari tempat istirahat. Tampak di seberang sana ada sebuah korsi kayu panjang yang sengaja disediakan untuk pejalan kaki beristirahat. Lalu ia menyebrang jalan dan tiba-tiba seoarang cewek manis telah duduk di kursi itu. Lalu Zy duduk di samping cewek manis itu sambil meletakkan ransel biru yang bersandar di punggungnya.

“huff” Zy menghela nafas sambil dengan lega.

“dari mana mas” Tanya wanita manis itu yang berada di sampingnya.

Ketika Zy melihat ke arah cewek manis itu, terlihat rambut panjang sepingang yang diikat rapi kebelakang. Dia memakai baju sweeter putih dengan syal coklat yang mengalung di lehernya, celana jean biru yang tidak terlalu ketat dengan sepatu bewarna ping putih menghiasi kakinya. Di pipi cewek itu ada sebuah lesung yang tampak manis ketika ia tersenyum.

“aku dari Jakarta mbak”

“o iya aku Febri, aku dari Bandung, nama masnya siapa ya?”

“panggil saja aku Zy, kapan datang mbak Febri?”

“barusan, aku naek kereta dari bandung tibanya pagi tadi”

“o ya…!!! gerbong no berapa mbak, aku juga pake kereta itu aku di gerbong dua”

“ooo….kebetulan sekali, aku pake gerbong no 4”

Zy dan Febri merasa mereka cocok. Mereka masih mengobrol panjang lebar di kursi kayu di bawah pohon yang rindang itu sambil makan roti yang barusan dibeli Zy. Orang-orang lalu lalang begitu saja di depan mereka. Mereka tidak menghiraukannya, mereka telah mementuk dunia mereka sendiri. Sekali-kali terdengarlah suara tawa dari kedunya. Tidak terasa sudah setengah jam mereka berbagi pengalaman bersama. Zy pun tahu Febri sedang liburan juga sama dengan dirinya.

“wah udah setengah jam lebih nih, jalan yukk” ajak Febri.

“boleh, tapi ke arah mana? Aku belum pernah ke Jogya sebelumnya nihh?”

“tenang,, aku tau kok”

“memang kamu pernah ke Jogya sebelumnya?’

“sekali”

“mang kamu sudah hapal dengan sekali ke sini?..wah canggih juga kamu ya?”

“ahhh,,,belom kok, kalo nyasar ya bareng lah,, kalo bareng aku ngak takut,heheheh…”

“hahahahha…. Supaya lebih serunya, kita buat aturan aja”

“aturan??”

“iya…sekarang aku yang jadi guidenya, nanti setelah istirahat, kamu lagi guidenya. Kita giliran” kata Zy dengan PD.

“kalaw nyasar gimana??”

“nyasarkan bareng..kalo bareng aku ngak takut”

“hahahahhahaha….” terdengar suara ketawa mereka serempak.

Merekapun berjalan dengan dipandui oleh Zy yang baru pertama kali ke Jogya. Dengan sok taunya Zy coba menceritakan tata-tata kota Jogya dengan PD. Tak jarang tawa Febri keluar ketika ketahuan penjelasan Zy mengada-ngada. 

“kamu tau gak itu namanya patung KI Hajar Dewantara, dia adalah bapak pendidikan Indonesia, jasanya sangat besar hingga aku sampai bisa kuliah sekarang, walaupun belum tamat-tamat” sambil menunjuk sebuah patung yang berada jauh di sebuah bangunan di sebrang sana. Tampak Zy seperti guide benaran.

“hahahaha…, kamu mirip guide asli ya, boleh juga aktingmu” tawa Zy keluar untuk kesekian kalinya.

Setelah dekat di patung itu.
 “hahahahah….ini bukannya patung KI Hajar Dewantara Zy, ini Ahmad Yani” suara tawa Febri kembali terndengar.

“aku yang guidenya, serah aku donk mau bilang apa” jawab Zy dengan PD.

“eh…kita foto yuk, foto aku duluan” Febri menyuguhi kamera digital pada Zy.

“foto aku lagi” ketus Zy sambil memberikan balik kamera itu pada Febri.

“foto berdua yukk… tapi gimana caranyaya” Febri dengan semangat.

“timer aja”

“o iya..”

Langsung Febri menyetel timer kameranya, lalu diletakknya di sebuah bangu. Febri berlari ke arah Zy. Dengan gaya Kocak masing-masing, kamerapun telah berhasil menyimpan poto mereka berdua.

“istirahat yukk…capek nihh..” ketus Febri

“kita duduk di bawah patung itu aja yukk.

Lalu mereka duduk di atas rumput di bawah patung Ahmad Yani. Mereka kembali berbagi cerita.
“tunggu di sini bentar ya” suara Zy dengan jelas.

“kemana??”

“bentar aja”

Zy langsung berlari ke luar pagar. Tak lama kemudian Zy membawa beberapa makanan dan dua botol air minum yang baru saja di belinya. Dan mereka berdua langsung makan roti dan beberapa gorengan yang baru saja dibeli oleh Zy.

₪₪

“sekarang giliran aku lagi nih jadi guide. Inilah pembalasan” teriak Febri dengan suara semangat, ia merasa ingin membalas Zy yang selama menjadi guide tadi banyak bercerita dengan mengarang tentang kota Jogya yang sebenarnya tak satupun yang benar.

“hahahah…ok siapa takut, siapp…my guide” teriak Zy sambil meniru gaya seorang tantara  di depan komandannya.

“let’s go..”

Mereka berdua pun mulai kembali pertualangan kocak mereka. Mereka telah merasa dekat satu sama lain. Mereka telah berani berakting aneh. Saat itu Febry membawa jalan yang sama sekali jauh dari keramaian. Mereka berdua telah berjalan di pinggiran-pinggiran kota.

“ini di mana ini guideku, apakah kita tidak nyasar?” suara Zy keluar sedikit cemas.

“tenang Zy, aku guide professional, belum pernah aku tersesat sebelumnya, kau ikut saja” jawab Febri dengan gaya guide professional.

Tidak lama berjalan mereka bertemu dengan jalan buntu. Di ujung jalan sana mentok, tidak ada lorong lagi, terlihat di sekitar mereka sangat kumuh sekali, terlihat di pingir-pingir jalan, nampaklah beberapa orang pembulung sedang memunguti sampah.

“wah maaf kita tersesat sekarang Zy” suara Febri keluar dengan halus.

“hahahahhah….dasar guide professional” gimana donk.

“kita istirahat aja di sini dulu, perasaan kemaren di sini ngak ada rumah disini, baru di bangun kali ya..”
“hahahahha….” Tawa mereka berdua kembali keluar.

Mereka berdua lalu duduk di bawah rumah kayu yang lusuh. Mereka mengamati para pengulung sedang bekerja”

“kamu tinggal dimana nanti Zy”

“aku tinggal di tempat temanku, sekarang dia sedang kuliah. Siang nanti aku di jemput di taman kota malioboro, kalo kamu, tinggal di mana?”

“aku tinggal di tidak jauh dari patung Ahmad Yani tadi”

“kok ngak langsung pulang?”

“aku mau jalan sama kamu dulu”

“hehehehehe…dasar, mau jalan sama aku Cuma mau bawa aku nyasar?”

“nyasarkan bareng,,,kalo bareng aku ngak takut”

“hahahhaha….”tawa mereka terdengar.

₪₪

Setelah lama mereka bercerita di tempat kumuh itu, mereka pun berniat untuk meneruskan perjalanan mereka.
“ayok..bentar lagi kawanku jemput, aku ada peta nihh” kata Zy sambil membuka tasnya dan mengambil peta yang di mintanya ke Pos keamanan tadi.
“mana …liat”

Tiba-tiba Febri merobek empat peta itu lalu buat seperti bola. Byurrr..peta itu tercebur ke dalam got dengan air hitam.
“haaahhhh…. Kok di buang” teriak Zy tidak percaya.

“aku kan guide professional, jadi ngak perlu peta-peta segala, rusak reputasiku kalo pake peta”

“hahahhah…alasan.., bilang aja kamu masih mau jalan denganku, iya kan?”

“huhhh… siapa bilang, enak aja”

“tu kenapa di buang petanya?”

“udahlah..cepatan”

Merekapun kembali menelusuri gang-gang kumuh itu, mereka telah terlalu jauh dari jalan malioboro tadi. Beberapa kali mereka kembali kesasar mencari jalan kembali ke malioboro. Dengan bersusah payah meningat kembali jalan-jalan yang di lalui mereka tadi, akhirnya mereka berhasil menemukan jalan malioboro kembali. Lalu mereka beristirahat di taman kota di malioboro.

Taman itu di penuhi tanaman-tanaman kota. Ada beberapa pohon yang rimbun, membuat tempat itu rindang. Zy dan Febri masih bercerita di taman itu.
“kapan temanmu itu datang?”

“bentar lagi Feb, dia baru pulang kuliah mungkin, kalo Febri mau pulang duluan ngak pa-pa?”

“bentar lagi lah, aku masih mau bersama kamu, o ya, dua hari lagi kita ketmuan di sini pas waktu sekarang ya, kita bertualang lagi”

“boleh, siapa takut, beneran ya..”

“iyaa…”

Tak lama kemudian Thomas datang dengan motor tiger hitamnya. Sambil menepikan motornya, Thomas membuka helemnya dan mengembangkan senyum ke arah Zy.

“temanku udah datang tuhh.. aku duluan ya Feb”

“ok, hati-hati..o ya jangan lupa ya dua hari lagi waktu sekarang” sambil melamabaikan tangannya, Febri jalan ke ujung lorong sana.


Bagaimanakah kisah zy dan Febri selanjutnya….??
Ikuti terus ceritanya hanya di sekunung rizal-syan.blogspot.com   

0 Comments:

Post a Comment