Kapal Terbang 2

Dengan berjalan disertai rasa ngilu dari ujung kaki, ku coba tuk melewati gebang no 2 ini. Akupun sedang berjalan di sebuah lorong yang berada di lantai dua. Di ujung lorong ini ada dua buah simpang, arah kiri langsung menuju ke perut pesawat melalui pintu depan. Arah kanan para penumpang harus turun dari lorong ini dan berjalan untuk masuk ke dalam perut peswat melalui pintu belakang.Kulihat kertas kecil yang diberikan oleh cewek manis yang berbulu mata palsu itu tadi, terdapat tulisan seat 15 C.

Di ujung lorong ini ada sepasang petugas berseragam hitam putih sambil bersuara dengan keras memberi aba-aba setiap penumpang yeng lewat di lorong ini. “satu sampai lima belas belok kiri. Lima belas sampai tiga puluh belok kanan” teriak mereka berulang-ulang sambil bergantian. Lalu ku lihat no ku 15, berarti aku harus belok ke kiri. Terlihat dari kaca lorong ini para penumpang yang belok ke kanan harus turun dari lorong ini dan berjalan sampai ke tangga selanjutnya di sana yang langsung terhubung ke pintu belakang pesawat.

Aku yang belok kiri, langsung berhdapan pintu depan pesawat. Ketika akan masuk ke dalam gerbang ini, aku disambut senyum manis dua orang pramugari berpakaian putih dengan rok panjang, di kaki kiri pramugari ini terdapat robekan rok bewarna merah ini tadi sampai ke pahanya.

Lalu kuberjalan ke belakang sambil mencari angka 15. Akhirnya aku melihat bangkuku di sebelah kiri sana. Disebelahku duduklah seorang cewek berbaju putih pendek, tampaklah lengannya putih mulus. Ia memakai rok putih selutut bermotif bunga-bunga. Sepasang kakinya yang lentik tampak seksi memakai lejing hitam. Matanya bulat, alisnya tampak rapi berbaris di atas matanya yang tajam. Bibrnya bening, giginya putih tersusun rapi, pipinya tampak teduh dan licin. Rambutnya hitam yang sebahu yang dibiarkannya terurai. Terlihat ada lubang kecil di pipinya ketika ia tersenyum padaku ketika aku berdiri di dekat bangkuku.

“15 C?” terdengar suaranya sangat merdu sekali, jantungku mulai berdetak tak tentu, aku rasa ada bus besar yang melintas di atas jalan berlubang dalam jantungku ini detaknya keras dan tak beraturan seperti ini.

“ia… Sampingnya mbakkan” jawabku sambil ku letakkan tasku di dalam bagasi yang berada di atasku.

Aku langsung duduk sambil menyepitkan tanganku di antara lututku. Aku merasa telapak tanganku dingin berada di samping cewek berlesung pipit ini, mudah-mudahan tanganku hangat dengan posisi demikian.

“Mau kemana mas” tanyanya yang langsung medukik ke dalam jantungku.
Jangtungku yang bekerja sedang memompa darah ke seluruh tubuhku langsung berdetak tak sempurna. Terasa darahku tidak mengalir seperti biasanya, tidak lancar, yang membuat mukaku panas, mukaku merah begitupun teliggaku.

“aku mau jalan-jalan mbak” jawabku dengan suara lari ke dalam. “O ya, mbakkk…..”

“Enjel” sahutnya dengan nyaring. Aku sengaja menaikkan nadaku tadi, sepintas nadakku seperti bertanya.

“O mbak enjelnya mau kemana” tanyaku kembali.

“Enjel aja ngak usah pake mbak” sahutnya memburu.

“O ia mbak..eh enjel” suaraku tergaguk.

“aku mau ke Jakarta liburan juga” jawabnya manis.

“Dah pernah naek pesawat sebelumnya?” tanyaku kembali sambil ku pandang wajahnya sebentar.

“Belum” jawabnya sambil senym, tampak kembali lubang kecil di pipinya yang putih itu.

Tak lama kemudian, terdengarlah pengarahan dari pramugari melalui speaker di tiap-tiap barisan kursi pesawat “ para penumpang sekalian, sebelum kita berangkat, pasang dulu sabuk pengaman anda. Di depan anda semua terdapat buku petunjuk keselamatan bila pesawat kita nanti kecelakaan”

Mendengar kata kecelakaan, darahku yang sudah turun sejenak, kemabli naik dan didalam jangtungku bus besar kembali berjalan membuatnya berdetak tak karuan. Kulihat didepanku tidak ada kertas yang di maksud pramugari itu tadi, tapi di ada satu buah di depan Enjel. Kami berbagi, kami melihatnya bersama.

“Bila pesawat nanti terjadi gangguan, maka akan hidup lampu di lantai. Anda ikuti lampu itu, lampu ini akan hidup dan mengarahkan anda semuanya ke pada pintu darurat. Di dalam pesawat ini terdapat delapan buah pintu darurat, dua di belakang empat di tengah dan dua di depan, bila terjadi kerusakan pada pesawat nanti harap menuju pentu darurat yang terdekat dari no bangku masing-masing. Dan di bawah setiap bangku anda, telah kami sediakan pelampung, dan gunakan pelampung ini nanti bila pendaratan darurat terjadi di laut” aku dan Enjel berpandangan sambil cemas, lalu dia tersenyum padaku, dan aku membalas senyum itu dengan senyum yang termanis yang pernah ku punyai.

Setelah pengumuman itu selesai, pesawat yang kami tumpangi ini berlari sangat cepat sekali, perutku terasa ngilu, momen yang sama ku rasakan saat sekarang, ketika aku naik guwiy (komedi putar) waktu masih kecil dulu. Rasa ngilu ini semakin terasa ketika pesawat naik. Tiba-tiba tubuhku terasa ringan, seperti kapas, dan tampaklah aku sudah sejajar dengan bukit-bukit di sekitarku, lama-lama tambah tinggi dan semakin tinggi, dan terlihatlah lautan yang sangat luas dan tampak beberapa pulau bermunculan di sajauh mata memandang disana. Dalam hatiku berkata kembali “sampai jumpa ranah minang".

Di darat, tampaklah jalan-jalan kecil mengular membelah bukit. Selama terbang saya sangat jarang berbicara lagi dengan Engel. Aku lebih suka melihat ke bawah sana menikmati keindahan lautan dan daratan dari angkasa. Ternyata tidak mengerikan ketika kita sudah terbang di atas, dengan keindahan ini, ketakutan dengan ketinggian bisa teratasi.

Tak lama kemudian suara pramugari kembali terdengar.” Para pemumpang semuanya, sekarang kita berada di ketinggian 5000 kaki dengan kecepatan 800 Km/jam. Sebentar lagi kita akan sampai ke Jakarta, tidak ada perbedaan waktu di Padang degan di Jakarta, selamat menikmati penerbangan anda dan selamat datang di Jakarta”.

Tak kusangka sekarang aku berada di kitinggian dua kali lebih tinggi dari gunung kerinci. Sekali-kali pemandangan luar jendela sana berubah menjadi putih, tak tampak sesuatu apapun dibawah sana, yang tampak adalah hamparan putih seperti kapas.

Tak lama kemudian, aku melihat selat perbatasan Sumatera dan Pulau Jawa, terdapat banyak kapal di perairan ini. Setelah di seberang tampak lah kota Jakarta dengan gedung tinggi-tinggi, dari atas tampaklah kota Jakarta seperti hamparan perumahan dan gedung-gedung sangat luas. Aku mulai berpikir kembali bagaimana aku dapat menembus kota yang sangat besar ini nanti.

Rasa ngilu di perutku kembali terasa. lebih ngilu dari pertama tadi. Kulihat rumah-rumah semain besar. Kapal-kapal di laut juga tampak semakin jelas. Tiba-tiba pesawat ini menukik lebih. Rasa ngilu di perutku semakin terasa. Sebuah hentakan kecil terjadi ketika roda peswat menyentuh tanah dan diiringi kecepatan yang tinggi ketika menempuh tanah, semakin lama kecepatannya berkurang dan akhirnya berhenti.

Akupun turun dari pesawat bersama Engel. Kami berjalan bersama keluar. Dan perpisah ketika dia masuk ke bus DAMRI dan aku harus kemesjid dulu karena jam udah 13:15.

Bagaimana aku harus menemukan Loket Bus ke Bandung?? Akan terbit kelanjutannya dengan judul "Bandara sukarno hatta" beberapa hari lagi



2 Comments:

  1. Desy said...
    wak jantu penakak....
    ihsan said...
    serah ku kawww

Post a Comment