Taman Kota di Malioboro

Kereta api dengan delapan gerbong itu masih melingkar-lingkar di atas rel bewarna coklat yang mengular memblelah lembah-lembah, gunung-gunung di atas punggung pulau jawa. Kereta api kelas eksekutif itu menuju ke Jogya telah berangkat dari Jakarta kemaren sore. Di ufuk timur warna mega merah telah terlukis dengan indah. Sebentar lagi matahari akan mengintip dari sela bebukitan sana. Kereta api itu masih berlari cepat, mengejar waktu sampai di Kota Jogya pagi itu.

Tak lama kemudian kereta api itu mengurangi kecepatan hingga berhenti di suatu stasiun di tengah Kota Jogya. Jam telah menunjuk jam 5:45 wib. Terlihat berbondong-bondong orang keluar satu demi satu dari setiap mulut pintu kereta itu. Terlihat di gerbang masuk stasiun tertulis “Selamat Datang di Stasiun Tugu Jogyakarta”. Terlihat seorang pemuda menyandang ransel besar bewarna biru turun dengan kaku dari pintu depan gerbong kedua. Dia melihat-lihat di sekelilingnya mencari pintu keluar. Sambil memutar kepalanya, dia mencari tulisan “Exit” yang tergantung di sebuah pintu tepat di samping kanan posisinya. Lalu ia melangkah ke arah sana menuju keluar.

Pemuda itu pendatang baru di Jogya. Tidak mengherankan banyak sekali pendatang baru di Kota Yogyakarta ini, karena Kota Jogya merupakan miniature Indonesia. Semua jenis orang dari berbagai daerah di Indonesia dapat di temui di Kota Jogya. Karena lokasinya berada di tengah-tengah, jadi dari arah manapun Kota Jogya mudah di jangkau dari Indonesia bagian barat maupun dari bagian timur.

Terlihat pemuda itu masih mencari-cari jalan menuju ke jalan utama Kota Jogya. Dia melihat mesjid pas di gerbang utama stasiun. Langsung ia menunaikan shalat subuh walaupun telah agak terlambat. Setelah shalat ia coba istirahat sejenak di mesjid kecil di pinggiran jalan yang telah lalu lalang dipenuhi oleh kendaraan itu. Lalu ia memngambil HPnya dan mengetik sebuah sms

“Thomas aku dah nyampe di stasiun niy. Kamu pulang kuliah jam berapa nanti?”

“agak lama, mungkin agak siang-siang nanti. ku bilang apa, berangkatnya siang besok saja, jadi aku langsung bisa jemput kamu di stasiun”

“gak pa-pa kok Mas, aku bisa jalan-jalan di di daerah sini dulu sambil nunggu kamu jemput nanti, nampaknya rame daerahnya, di sini pasar ya?”

“iya,, disebelah kanan kamu tu Malioboro, tungguin aja aku di sana, nanti aku jemput setelah pulang kuliah nanti, jalan-jalan aja, suasananya bagus kok, kalo mau belanja juga murah-murah”

“iya Mas, nanti kalo mau jemput kabari aja ya”

“ok, udah ya Zy aku mau kuliah lagi niy..hari ini aku jam pagi”

Zy. Itulah nama panggilan akrab pemuda itu oleh teman-temannya. Ia sengaja datang ke Jogya untuk liburan. Thomas adalah temannya Zy waktu SMA dulu yang sedang kuliah di UGM semester IX sekarang. Pagi itu Thomas ada bimbingan skripsinya, jadi ia tidak bisa langsug menjemput Zy di stasiun. Pada awalnya Thomas telah mengingatkan Zy untuk berangkat siang aja, jadi nyampe di Jogya bias agak sore dan Thomas bisa langsung menyemputnya. Tapi Zy menolak, ia tetap bersikeras unutk berangkat malam,”bisa tidur, lumayan lama perjalanannya dari Jakarta ke Jogya tu, kalo tidurkan rasanya cepat, jadi ngak kelamaan nunguu” begitulah jawaban dari Zy waktu menolak untuk berangkat pagi dari Thomas.

₪₪

Hari sudah tampak siang. Matahari dengan gagah memuntahkan sinarnya. Zy mulai tegak dan berjalan. Dia tidak tahu mau kemana, dia akan mengikuti kemanapun kakinya melangkah. Tak jauh dari mesjid, dia melihat peta besar yang di tempelkan di dinding di sebuah pos keamanan. Dia melihat tulisan di atas peta itu “Peta Malioboro”. Zy masih melihat-lihat peta itu dengan penasaran. Dia masih belum tau dimana posisinya sekarang. Lalu ia bertanya pada petugas pos.

“maaf mas, posisi kita sekarang dimana ya?” Tanya Zy pada petugas pos itu sambil melihat-lihat ke arah peta.

“disini mas. Kalaw masnya lurus ke selatan, mas akan berada di malioboro ini, lalu terus lagi mas akan tiba di Kraton, ni bawa aja peta ini” jelas petugas pos dengan lengkap sambil memnyuguhkan sebuah peta berukuran kertas A4 pada Zy.

“terima kasih pak, aku permisi dulu, selamat pagi”

“sama-sama. Selamat pagi”

Dengan bermodal peta yang diberikan petugas pos pelayanan keamanan tadi, Zy telah dapat berjalan di sepanjang jalan Malioboro. Tampaklah di sebelah kanan sana berjejeran pedagang yang menjual beraneka ragam batik. Dari baju batik, tas batik, sandal batik, sampai topi batik juga ada. Zy berjalan dengan merasa bangga bisa melihat hasil karya budaya-budaya Indonesia yang berjejeran, tak terbayangkan kok Malaysia punya ide untuk mencuri kebudayaan batik ini menjadi budaya mereka, udah jelas-jelas ini adalah hasil karya Indonsia sudah sejak dulu, bahkan sebelum kolonial belanda dulu. Ke depan kita harus hati-hati untuk untuk menjaga warisan-warisan budaya yang di turunkan oleh nenek moyang kita dahulu, sayangkan kalo di curi.

Tak lama berjalan, Zy telah terlihat keletihan. Ransel besar yang di sandangnya jelas menguras tenaga Zy. Lalu Zy singgah sebentar di mini market yang berada di pinggir jalan malioboro ini, setelah membeli beberapa roti dan satu botol teh, ia mencari tempat istirahat. Tampak di seberang sana ada sebuah korsi kayu panjang yang sengaja disediakan untuk pejalan kaki beristirahat. Lalu ia menyebrang jalan dan tiba-tiba seoarang cewek manis telah duduk di kursi itu. Lalu Zy duduk di samping cewek manis itu sambil meletakkan ransel biru yang bersandar di punggungnya.

“huff” Zy menghela nafas sambil dengan lega.

“dari mana mas” Tanya wanita manis itu yang berada di sampingnya.

Ketika Zy melihat ke arah cewek manis itu, terlihat rambut panjang sepingang yang diikat rapi kebelakang. Dia memakai baju sweeter putih dengan syal coklat yang mengalung di lehernya, celana jean biru yang tidak terlalu ketat dengan sepatu bewarna ping putih menghiasi kakinya. Di pipi cewek itu ada sebuah lesung yang tampak manis ketika ia tersenyum.

“aku dari Jakarta mbak”

“o iya aku Febri, aku dari Bandung, nama masnya siapa ya?”

“panggil saja aku Zy, kapan datang mbak Febri?”

“barusan, aku naek kereta dari bandung tibanya pagi tadi”

“o ya…!!! gerbong no berapa mbak, aku juga pake kereta itu aku di gerbong dua”

“ooo….kebetulan sekali, aku pake gerbong no 4”

Zy dan Febri merasa mereka cocok. Mereka masih mengobrol panjang lebar di kursi kayu di bawah pohon yang rindang itu sambil makan roti yang barusan dibeli Zy. Orang-orang lalu lalang begitu saja di depan mereka. Mereka tidak menghiraukannya, mereka telah mementuk dunia mereka sendiri. Sekali-kali terdengarlah suara tawa dari kedunya. Tidak terasa sudah setengah jam mereka berbagi pengalaman bersama. Zy pun tahu Febri sedang liburan juga sama dengan dirinya.

“wah udah setengah jam lebih nih, jalan yukk” ajak Febri.

“boleh, tapi ke arah mana? Aku belum pernah ke Jogya sebelumnya nihh?”

“tenang,, aku tau kok”

“memang kamu pernah ke Jogya sebelumnya?’

“sekali”

“mang kamu sudah hapal dengan sekali ke sini?..wah canggih juga kamu ya?”

“ahhh,,,belom kok, kalo nyasar ya bareng lah,, kalo bareng aku ngak takut,heheheh…”

“hahahahha…. Supaya lebih serunya, kita buat aturan aja”

“aturan??”

“iya…sekarang aku yang jadi guidenya, nanti setelah istirahat, kamu lagi guidenya. Kita giliran” kata Zy dengan PD.

“kalaw nyasar gimana??”

“nyasarkan bareng..kalo bareng aku ngak takut”

“hahahahhahaha….” terdengar suara ketawa mereka serempak.

Merekapun berjalan dengan dipandui oleh Zy yang baru pertama kali ke Jogya. Dengan sok taunya Zy coba menceritakan tata-tata kota Jogya dengan PD. Tak jarang tawa Febri keluar ketika ketahuan penjelasan Zy mengada-ngada. 

“kamu tau gak itu namanya patung KI Hajar Dewantara, dia adalah bapak pendidikan Indonesia, jasanya sangat besar hingga aku sampai bisa kuliah sekarang, walaupun belum tamat-tamat” sambil menunjuk sebuah patung yang berada jauh di sebuah bangunan di sebrang sana. Tampak Zy seperti guide benaran.

“hahahaha…, kamu mirip guide asli ya, boleh juga aktingmu” tawa Zy keluar untuk kesekian kalinya.

Setelah dekat di patung itu.
 “hahahahah….ini bukannya patung KI Hajar Dewantara Zy, ini Ahmad Yani” suara tawa Febri kembali terndengar.

“aku yang guidenya, serah aku donk mau bilang apa” jawab Zy dengan PD.

“eh…kita foto yuk, foto aku duluan” Febri menyuguhi kamera digital pada Zy.

“foto aku lagi” ketus Zy sambil memberikan balik kamera itu pada Febri.

“foto berdua yukk… tapi gimana caranyaya” Febri dengan semangat.

“timer aja”

“o iya..”

Langsung Febri menyetel timer kameranya, lalu diletakknya di sebuah bangu. Febri berlari ke arah Zy. Dengan gaya Kocak masing-masing, kamerapun telah berhasil menyimpan poto mereka berdua.

“istirahat yukk…capek nihh..” ketus Febri

“kita duduk di bawah patung itu aja yukk.

Lalu mereka duduk di atas rumput di bawah patung Ahmad Yani. Mereka kembali berbagi cerita.
“tunggu di sini bentar ya” suara Zy dengan jelas.

“kemana??”

“bentar aja”

Zy langsung berlari ke luar pagar. Tak lama kemudian Zy membawa beberapa makanan dan dua botol air minum yang baru saja di belinya. Dan mereka berdua langsung makan roti dan beberapa gorengan yang baru saja dibeli oleh Zy.

₪₪

“sekarang giliran aku lagi nih jadi guide. Inilah pembalasan” teriak Febri dengan suara semangat, ia merasa ingin membalas Zy yang selama menjadi guide tadi banyak bercerita dengan mengarang tentang kota Jogya yang sebenarnya tak satupun yang benar.

“hahahah…ok siapa takut, siapp…my guide” teriak Zy sambil meniru gaya seorang tantara  di depan komandannya.

“let’s go..”

Mereka berdua pun mulai kembali pertualangan kocak mereka. Mereka telah merasa dekat satu sama lain. Mereka telah berani berakting aneh. Saat itu Febry membawa jalan yang sama sekali jauh dari keramaian. Mereka berdua telah berjalan di pinggiran-pinggiran kota.

“ini di mana ini guideku, apakah kita tidak nyasar?” suara Zy keluar sedikit cemas.

“tenang Zy, aku guide professional, belum pernah aku tersesat sebelumnya, kau ikut saja” jawab Febri dengan gaya guide professional.

Tidak lama berjalan mereka bertemu dengan jalan buntu. Di ujung jalan sana mentok, tidak ada lorong lagi, terlihat di sekitar mereka sangat kumuh sekali, terlihat di pingir-pingir jalan, nampaklah beberapa orang pembulung sedang memunguti sampah.

“wah maaf kita tersesat sekarang Zy” suara Febri keluar dengan halus.

“hahahahhah….dasar guide professional” gimana donk.

“kita istirahat aja di sini dulu, perasaan kemaren di sini ngak ada rumah disini, baru di bangun kali ya..”
“hahahahha….” Tawa mereka berdua kembali keluar.

Mereka berdua lalu duduk di bawah rumah kayu yang lusuh. Mereka mengamati para pengulung sedang bekerja”

“kamu tinggal dimana nanti Zy”

“aku tinggal di tempat temanku, sekarang dia sedang kuliah. Siang nanti aku di jemput di taman kota malioboro, kalo kamu, tinggal di mana?”

“aku tinggal di tidak jauh dari patung Ahmad Yani tadi”

“kok ngak langsung pulang?”

“aku mau jalan sama kamu dulu”

“hehehehehe…dasar, mau jalan sama aku Cuma mau bawa aku nyasar?”

“nyasarkan bareng,,,kalo bareng aku ngak takut”

“hahahhaha….”tawa mereka terdengar.

₪₪

Setelah lama mereka bercerita di tempat kumuh itu, mereka pun berniat untuk meneruskan perjalanan mereka.
“ayok..bentar lagi kawanku jemput, aku ada peta nihh” kata Zy sambil membuka tasnya dan mengambil peta yang di mintanya ke Pos keamanan tadi.
“mana …liat”

Tiba-tiba Febri merobek empat peta itu lalu buat seperti bola. Byurrr..peta itu tercebur ke dalam got dengan air hitam.
“haaahhhh…. Kok di buang” teriak Zy tidak percaya.

“aku kan guide professional, jadi ngak perlu peta-peta segala, rusak reputasiku kalo pake peta”

“hahahhah…alasan.., bilang aja kamu masih mau jalan denganku, iya kan?”

“huhhh… siapa bilang, enak aja”

“tu kenapa di buang petanya?”

“udahlah..cepatan”

Merekapun kembali menelusuri gang-gang kumuh itu, mereka telah terlalu jauh dari jalan malioboro tadi. Beberapa kali mereka kembali kesasar mencari jalan kembali ke malioboro. Dengan bersusah payah meningat kembali jalan-jalan yang di lalui mereka tadi, akhirnya mereka berhasil menemukan jalan malioboro kembali. Lalu mereka beristirahat di taman kota di malioboro.

Taman itu di penuhi tanaman-tanaman kota. Ada beberapa pohon yang rimbun, membuat tempat itu rindang. Zy dan Febri masih bercerita di taman itu.
“kapan temanmu itu datang?”

“bentar lagi Feb, dia baru pulang kuliah mungkin, kalo Febri mau pulang duluan ngak pa-pa?”

“bentar lagi lah, aku masih mau bersama kamu, o ya, dua hari lagi kita ketmuan di sini pas waktu sekarang ya, kita bertualang lagi”

“boleh, siapa takut, beneran ya..”

“iyaa…”

Tak lama kemudian Thomas datang dengan motor tiger hitamnya. Sambil menepikan motornya, Thomas membuka helemnya dan mengembangkan senyum ke arah Zy.

“temanku udah datang tuhh.. aku duluan ya Feb”

“ok, hati-hati..o ya jangan lupa ya dua hari lagi waktu sekarang” sambil melamabaikan tangannya, Febri jalan ke ujung lorong sana.


Bagaimanakah kisah zy dan Febri selanjutnya….??
Ikuti terus ceritanya hanya di sekunung rizal-syan.blogspot.com   

Jariku masih berlari-lari di keyboard laptop hitamku dengan kepala serasa penuh. Dua buah tumpukan buku masih menunggu giliran untuk aku buka satu persatu. Terlihat jam di atas meja sana telah menunjukkan pukul satu malam. Satu gelas kapucino yang kuseduh beberapa jam yang lalu di dalam cangkir besar itu telah habis. Proposal skripsiku belum juga selesai. Beginilah nasibku sekarang, aku harus mati-matian mengejar wisuda tahun ini. Semua ini gara-gara James, benar sekali, dia biang kerok semua penderitaan ini. Tiga tahun yang lalu kami berjanji untuk sama-sama menamatkan S1 empat tahun lalu kami harus terbang ke Amerika untuk S2. Sejak perjanjian itu aku harus mati-matian mengejar nilai supaya tidak ada nilai yang gagal untuk di ulang. Sejak perjanjian itu pula, aku berubah menjadi seseorang yang perfksionis dan ambisius. Semua yang ku kerjakan harus sempurna dan semua pemikiranku harus aku wujudkan. Sial, perjanjian dengan mahasiswa kedokteran yang kuliah di Jakarta itu membuat hari-hariku melelahkan.

Dengan mata masih terasa mengantuk, aku memaksakan diri untuk bangun. Aku harus bertemu dengan dosen pembimbingku jam 8 hari ini. Sama sepertiku, dosenku lebih perfeksionis dariku. Sedikit saja ada yang salah di perbaikanku, aku harus megulangnya kembali. Tidak mengherankan bab landasan teori skripsiku telah ku perbaiki sepuluh kali, masih juga terdapat kesalahan. Kertas yang penuh coretan merahnyapun telah menggunung di kamarku, tapi aku tidak pernah putus asa, demi perjanjian aku dengan James, tahun depan kami harus tebang ke Amerika untuk S2.

Berangkat ke Amerika merupakan bukan suatu perkara gampang. Aku harus mempersiapkan proposal penelitian. Karena salah satu persyaratan untuk mendaftar di sana harus mempersiapkan proposal penelitian terlebih dahulu, jadi untuk skirpsiku sengaja aku ambil permasalahan yang kompleks, sehingga dapat dikembangkan langsung untuk proposal penelitianku di Amerika nanti. Selain itu yang masih menjadi permasalahan besar ada TOEFL, nilainya ngak tanggung-tanggung minimal 600. Terakhir tesku cuma 450 an, keningku berkerut saat melihat nilai iut. Terakhir aku dapat sms dari James minggu lalu nilai TOEFL nya sudah sampe 630. Aku terpukul dengan sms itu, aku tak mau kalah dari James. Aku harus berangkat ke Amerika tahun depan, pekikku dalam hati. 

Ω∑

Sejak perjanjian itu, aku juga telah memutuskan sebuah keputusan yang sangat bertentangan dengan diriku sendiri. Aku memutuskan aku tidak akan pacaran sampai aku wisuda dan mendapat beasiswa ke Amerika. Karena pacaran dapat memakan waktuku, sekaligus dapat menjadi hambatan untuk meraih mimpiku yang tinggi ini. James memang gila, sampai-sampai kehidupan percintaanku harus ikut menanggung kerasnya perjanjian ini. Padahal di harianku aku mempunyai sahabat, namanya Rasty. Dia teman sekelasku sangat manis sekali, kulitnya putih berkacamata. Rambutnya lurus sebahu, aku sangat suka sekali melihatnya tersenyum, seakan-akan ada bunga-bunga berterbangan di hatiku. Suara tawanya dapat membuat taman bungga yang kering dihatiku menjadi penuh dengan mawar yang harum.

Dari sikap Rasty saya juga tehu dia menyimpan rasa untukku, itu tampak dari sikapnya padaku. Dia sangat perhatian padaku, bahkan dia mau menyemputku dengan mobilnya setiap kami pergi ke kampus.

Hari ini, aku ada janji dengan Rasty, dia sedang menungguku di kantin kampus jam 10, kulihat jam tanganku telah menunjuk jam 10:30. Aku berjalan dari ruang pemimbingku cepat ke kafe itu. Keringatku bercucuran karena habis mempertahankan proposal dari pemimbing killerku. Tak sia-sia tidur cuma satu jam malam tadi, akhirnya tulisan acc pun terlukis dengan indah di sudut kanan atas di halaman pertama bab 2 ku, walaupun tulisan pemimbingku tak kalah seperti cakar ayam, namun tulisan acc itu adalah tulisan terindah di dunia yang pernah kuliaht. Saat pena bapak itu mengukir tulisan itu, rasanya akulah orang yang paling beruntung di dunia. Hatiku melompat-lompat menyambut kemenangan ini. Tiba-tiba hape di sakuku memikik, lalu ku lihat, ternyata dari Rasty. 

“dimana sih Rayn. Aku dah nunggu lama nihh. Jadi ngak bantu aku nyari buku?”

“ya jadilah..aku sedang lagi perjalanan ke sana, tunggu sekitar 3 menit lagi, aku baru dari pemimbingku nihh”

Lalu ku letakkan hapeku di saku kemejaku, akupun menambah kecepatan untuk berjalan menemui Rasty. Hari ini aku sudah berjanji dengannya untuk membantunya mencari buku tentang teori kepribadian prososial dan buku tentang sosiologi untuk bahan proposal yang sedang dia rancang. 

Ω∑

Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah dalam hidupku. Dengan pembelaan yang sengit dengan dosen- dosen egois, akhirnya Proposal penelitianku di terima. Aku keluar dengan wajah penuh senyum. Langsung ku kirim sms ke James di Jakarta.

“Proposalku telah di terima, amerika selangkah lagi”

Tampak lah di kursi di ujung lorong sana Rasty sedang menungguku sambil baca buku. Melihat aku keluar dari ruang sidang dia langsung berdiri dan berlari padaku.

“gimana… diterima gak porposalnya?”

Aku langsung menyerahkan proposalku padanya. Setelah melihat tulisan dengan tinta merah di sudut atas “diterima, bisa dilanjutkan ke penelitian”. Terbitlah senyum manis di wajahnya. 

“selamat yaa…” ujarnya senang.

“o iya,, kita ke kantin yuk..! aku traktir kamu hari ini” jawabku sambil senyum.

Dia membalas senyumku, hatiku berdebar-debar tak karuan. Kami pun berjalan ke kafe langganan kami. Setibanya di kafe, kami duduk di korsi yang paling ujung yang langsung berhadapan dengan sebuah kolam.

“gak taulah gimana dengan proposalku, kayaknya aku nyusul deh wisudanya” lirih Rasty, tampak sebuah kesedihan hinggap di wajah putihnya.

“mang data apa sih yang belum lengkap?”

“aku belum menemukan perbandingan teori tentang perkembangan kepribadian prososial di lingkungan ekonomi kelas atas dengan tingkat ekonomi kelas bawah, jadi aku belum bisa menentukan hipotesis penelitianku”

“biar ku bantu kamu selama tiga hari ke depan untuk mencarinya, kebetulan aku mulai membuat perbaikanku tiga hari lagi”

“benar ngak ganggu perbaikanmu?”

“bener, besok kutunggu jam 9 di sini ya.”

“terima kasih banyak Rayn. Kamu selalu baik padaku” senyum Rasty kembali terkembang. Aku melihat senyumnya yang terakhir ini menyimpan makna yang dalam untukku. Maaf Rasty, aku tak bisa mengungkapkan cinta padamu saat ini, nanti setelah wisudaku dan beasiswaku telah kudapatkan, aku berjanji aku akan menceritakan semua cinta ini padamu. Lirihku dalam hati.

∑Ω

Selama tiga hari kamipun berhasil menemukan teori-teori yang dibutuhkan oleh Rasty. Sehingga hipotesisnya penelitiannyapun dapat dirumuskannya dengan landasan yang kuat. Sekarang giliran Rasty mentraktirku di kafe langganan kami yang terletak di samping Fakultas. Dengan tempat duduk seperti biasa, kami bercerita panjang tentang suka duka ketika kami mencari teori yang di butuhkan Rasty.

“aku yakin dengan referensi sekuat ini, propsalmu akan diterima Rasty” kataku sambil senyum.

“terima kasih sekali lagi Rayn, kamu telah membantuku menyelesaikan proposalku, aku tidak tau bagaimana nasib proposalku bila tak ada kamu, coba saja kau selalu bisa bersamaku, pasti aku semua masalahku akan terasa telah terselesaikan” suara Rasty keluar dengan lembut dari mulutnya, tiba-tiba suasana berubah, aku tidak bisa berkata sepatahpun beberapa saat, senyumanku yang mulanya terkembang, sekarang kecut seperti bunga layu. Darahku naik terasa sekali. Wajahku tak berani menatap Rasty seperti biasanya. Rasty mamandangku sejenak.

“o iya.. aku harus bertemu dengan pemimbingku sekarang untuk mendiskusikan perbaikan proposalku kemaren” aku langsung mengalihkan pembicaraan dan langsung pergi. “aku pergi dulu ya, besok kita janjian lagi di sini, hari ini aku aja yang bayar” kataku sambil berdiri dan langsung menuju ke kasir untuk membayar. Terlihat wajah Rasty tampak kecewa duduk disana,

 Sambil berjalan aku memikirkan Rasty. Apakah aku telah menyakiti Rasty?. Maafkan aku Rasty, bukannya aku tidak cinta padamu, aku cuma belum siap. Seandainya kau tau bagaimana keadaanku saat ini, kau pasti mengerti mengapa aku melakukan semua ini padamu. Aku berharap kamu dapat bertahan sampai akhir semester depan, aku berjanji cintaku akan menyemputmu dengan sejuta keindahan. Perjanjian dengan James ini memang menyiksaku. Sial. Upatku dalam hati.

Ω∑

Setelah hari itu, Rasty jarang sekali mengirim sms padaku hanya sekedar bercanda. Biasanya hampir setiap malam kami sering smsan saling bercanda. Karena telah fokus pada penelitian skripsiku, aku juga jarang sekali ke kampus, hanya kalau ada hal-hal yang penting dengan pemimbingku baru aku mengunjungi kampus. Itupun hanya beberapa jam saja. Dengan keadaan ini, aku jarang sekali bertemu dengan Rasty lagi, aku bahkan tidak tau bagaimana perkembangan penelitiannya. Aku tak berani mengirim sms padanya, aku merasa bersalah telah menyakiti Rasty di kafe itu.

Tapi aku yakin Rasty adalah wanita yang tegar, dia pernah bercerita padaku, dia juga berminat sekali untuk bisa wisuda semester depan, dengan mengigat-ingat saat Rasty menderitakan itu padaku, aku yakin Rasty juga sedang mengejar wisuda di semester depan, mudah-mudahan kita bisa wisuda bersama Rasty, saat itulah aku akan menjelaskan semuanya padamu, lirihku dalam hati.

∑Ω

Malam ini aku masih menghitung-hitung data penelitanku yang baru saja kuselesaikan kemaren. Tiba-tiba hapeku berdering keras, aku terkejut sekali, pikiranku langsung teringat pada Rasty. Akhirnya Rasty juga megirim sms padaku, kataku dalam hati, 

Ketika sms ku buka, ternayata bukan Rasty, ternyata sms dari James.

“aku telah menerima beasiswa dari IMT California. Setelah wisuda nanti, aku langsung berangkat bersama tiga orang temanku. Aku harap bisa bertemu denganmu disana Rayn”

Sms membakar hatiku. James sainganku dari SMA dulu akhirnya telah lulus di MIT, aku tak mau kalah dengannya. Sejak saat itu aku selesaikan skripsiku dengan penuh semangat, juga aku mempersiapkan proposal penelitian tesisku untuk persiapan pendaftaran beasiswa nanti. Untuk TOEFL aku sengaja mengikuti pelatihan, karena aku tidak punya waktu lagi untuk belajar sendiri. Waktuku sangat sempit sekali. Aku hanya mempunyai waktu 2 jam untuk tidur demi mengejar targetku yaitu Amerika.

Tiga bulan setelah sms dari James, aku merasa telah mampu untuk mendapatkan nilai di atas 600 untuk TOEFL ku. Skripsiku semuanya juga telah selesai, tinggal menunggu koreksi dari pemimbing dua. Proposal tesisku juga telah kusiapkan sebagai salah satu syarat untuk mendaftar beasiswa Amerika. Tinggal TOEFL yang belum ku persiapkan. 

Hari ini aku coba mencari informasi tentang tes TOEFL tingkat nasional ini. Aku menemukannya dengan jawdal tiga hari lagi. Aku langsung mendaftar ke sekretariatnya langsung. 

Tak terasa tes TOEFL dilaksanakan hari ini, aku sengaja datang cepat datang. Duduk di paling depan, tak sengaja aku melihat ke arah samping kiriku, dua deret kesana, tampaklah Rasty duduk disana, wajahnya semakin cantik saja, saat melihat kea rah Rasty, ada suara detak tak beraturan di jantungku.

Setelah tes selesai aku beranikan diri untuk menemui Rasty.
“hai… kok bisa bertemu disini ya?”gledekku dari arah belakang.

Dengan terkejut saat memutar tubuhnya dan melihatku di belakangnya Rasty terkejut “ehh…Rayn!! Ikut tes juga ya, kok ngak ngasih kabar sih”

“hehehe…aku juga ngak tau Rasty juga ikut. O ya gimana skripsinya?”

“alhamdulillah, akhirnya beres juga”

“maaf ya aku ngak bisa bantu”

“ngak pa-pa, aku bisa sendiri kok, lagian aku ngak mau menganggu konsentrasimu lagi” suasana kembali terasa berubah, tapi sekarang Rasty langsung mengambil sikap.

“pulang bareng yuk.. dah lama nih ngak ntanter kamu pulang”

“hahahaha… tapi kita singgah di kafe makan siang dulu ya”

“boleh… boleh. Tapi kamu yang traktir ya…”

“aman…ayok.”

Kami langsung meluncur ke kafe langganan kami itu. Rasty sekarang sudah tampak berubah, ia menjaga ucapannya supaya tidak terbawa emosi. Mungkin dia pikir aku tidak suka padanya, ia menyangka bahwa posisinya hanya sebagai dekat kawan di mataku, padahal tidak, dia salah paham. Aku sangat mencintaimu Rasty.

Ω∑

Waktu akhirpun telah datang, pagi ini adalah hari diwisudanya kami oleh universitas. Terlihat Rasty dengan wajah di taburi warna-warna cerah semakin cantik saja yang duduk di kelompok cewek di depan sana.

 Tak terasa pemanggilan namaku datang. Aku berjalan di depan serasa akulah orang yang besar saat itu. Dengan membungkukkan kepala ke arah Dekan, akhirnya tali kuning yang ada di kiri togaku, telah dipindahkan ke kanan. Pada saat itu aku telah resmi menjadi Sarjana Psikologi. Aku tidak menyangka dengan kerja keras setiap hari, aku dapat menamatkan kuliahku empat tahun. 

Tidak hanya aku yang berbahagia, tampak di sana Rasty tak henti-hentinya megembangkan senyumannya sambil berfoto-foto bersama kawan-kawannya. Lain halnya denganku, aku masih terganggu dengan pengumuman penerimaan beasiswaku di Amerika, satu bulan yang lalu, aku telah mengirimkan berkas-berkasku ke lembaga yang memberikan beasiswa itu. Setiap hari aku menunggu panggilan sampai hari ini, aku belum juga di hubungi. Jangan-jangan aku ngak lulus lagi, seandainya aku ngak lulus, aku kalah telak di kompetisiku yang besar ini bersama James. Walaupun demikian, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu.

Sedang termenung di salah satu tempat duduk umum di tengah keramaian acara wisuda ini, aku dikagetkan dari belakang. Ada seseorang menepuk punggungku dari belakang.

“hei…kok benggong-benggong aja, foto yuk” suara Rasty sambil senyum-senyum padaku.

“iya..di situ aja” jawabku ke arah taman gedung di tengah sana.

Setelah berfoto-foto, dengan wajah yang penuh kecemasan, akupun pulang, rasanya sangat letih sekali. Ternyata wisuda itu juga melelahkan, sama saja seperti kegiatang MOS waktu masuk dulu.

Setelah di rumah aku langsung ke kamar, kubuka sepatu kulit hitam yang juga terlihat letih setelah menemaniku seharian. Aku merasa gerah sekali, aku ambil handuk merah yang tergantung dinding kamarku, sebelum melangkah ke kamar mandi, hapeku memkik di atas kasur sana. Langsung kulihat, ada nomor baru yang tak ada namanya sedang memanggilku. Siapa pula ini, ngak tau aku lagi capek, ganggu aja. lirihku dalam hati.

“halo, selamat sore, kami dari lembaga beasiswa, menyatakan anda diterima di salah satu universitas di Amerika, anda harus datang besok ke kantor kami untuk tes wawancara”

Setelah mendengar berita itu, aku langsung melompat-lompat di atas kasurku seperti anak kecil, sambil tertawa ngak karuan.

∑Ω

Akhirnya aku lulus di universitas Stanford jurusan Psikologi. Hatiku senang tak karuan. Dua hari sebelum keberangkatanku, aku baru ingat ada sebuah janji yang harus aku tepati pada Rasty. Aku harus menceritakan semuanya pada Rasty, sekarang kondisiku telah terbayar lunas, aku akan menceritakan sejuta cinta padanya. Dengan tidak sabar aku berangkat ke rumah Rasty.

“Rastynya sedang liburan ke Bandung rumah kakaknya selama seminggu Rayn” suara mama Rasty menjawabku. Bagaimana ini, apakah aku harus ke Badung dulu? Kayaknya ngak sempat. Bagaimana ini, aku dua hari lagi sudah berangkat dari Indonesia. Tidak ada pilihan lain aku mengasih catatan pada mamanya Rasty. 

“tolong titipkan catatan ini pada Rasty tante”

Akupun berjalan tertatih-tatih, aku menyesal sekali mengapa aku tidak terus terang aja sejak dulu bahwa aku juga mencintai Rasty. Aku berfikir apakah aku bisa bertemu lagi dengan Rasty saat kembali dari Amerika nanti. Air mataku tak terasa jatuh dari sudut mataku. Tapi gimana lagi, aku percaya cinta sejati pasti akan tumbuh pada saatnya nanti, aku cuma bisa berharap dari kata itu.

Ω∑

Akupun telah di atas pesawat terbang menuju Bangkok dari Bandara Soekarno Hatta, dari Bangkok nanti baru kami terabang ke Amerika. Di dalam pesawat, pikiranku tak tenang, aku berfikir tentang Rasty. Aku berharap kertas yang aku titipkan pada mamanya Resty. Mudah-mudahan Resty membacanya

Seharusnya cinta ini berbunga dari dulu
Ada sebuah kawat berduri yang menghalangi cinta kita
Sadarkah engkau…
orang yang akan selalu mencintaimu
sekarang sampai nanti itu adalah aku,

cintaku sangat besar untukmu
seandainya cinta itu berwarna ping
pasti ku ubah menjadi warna wajahmu
tunggu aku,, aku akan kembali
aku pasti kembali, itu hanya untukmu

Alarm..ya identik dengan bangun pagi
Alaram biasanya dikhususkan untuk mereka yang jarang dan susah bangun pagi. Namun sering aku menyaksikan sebuah alram tidak berfungsi, karena pekikan alarm gak ngaruh, iler panjang tetap saja bercucuran dari sudut bibirnya, walaupun alarm hapenya memekik sampai kehabisan batere.

Alaram juga sering digunakan oleh para mereka yang super sibuk. Mereka yang sering kali bermain kejar-kejaran dengan waktu. Selain sebagai pembangkit tidur, alaram bagi orang yang super sibuk ini juga digunakan sebagai pengingat. Tiittt -  hape dibuka – janjian sama si honey 10 menit lagi, begitulah kira-kira alur pemakaiannya.

Tapi pernahkah kalian semua ketahui, bahwa di kos saya ada alarm terunik di dunia. Tanpa distel ia akan bunyi sendiri, bahkan pada waktu yang sama setiap hari. Yang lebih menarik alarm ini bisa membangunkan orang satu kampung.

Iya itulah salah satu keunikan kota Jogya, kota yang ku datangi untuk liburan beberapa hari yang lalu. Pada awalnya aku bertanya kenapa di Kota ini tidak ada banggunan yang menjulang tinggi? Ternyata pertanyaan tersebut terjawab dengan sendirinya.

Ternyata pesawat di kota ini terbang rendah, hanya beberapa belas kilometer saja di atas kepala. Sehingga masyarakat Jogya tidak berani untuk membangun dedung-gedung tinggi. Hal ini disebabkan bandara Adi Sucipto berada di tengah kota Jogya, jadi pesawat  dengan enaknya terbang seprti burung saja di atas kepala. Dengan terbang seperti itu, suara bisingnya luar biasa. Saya pernah dengar di di desaku sebuah mebil kopan menunggitkan batu dari keranjang dibelakangnya. BUUURRR gelombag bunyi yang di hasilkan dari proses vibrasi ini menggema di seluruh penjuru desaku.

Suara itu belum seberapa di bandingkan dengan suara pewat ini, bahkan 10 kali lipat dari suara  kopan itu. Sedang bertemu bidadaripun dalam mimpiku, aku terbangun . Aku seringkali menyumpah-nyumpah suara itu. Karena keseringan dibangunkan sedang mimpi indah. Grrr…!!!!

Suara itu terdengar jam 6:02 pagi, saat terbangun kulihat hapeku di sudut kanan bawah angkanya hampir sama setiap hari. Apalagi kearah Sleman (lokasi kosku), karena Bandara Adi Sucipto dekat sekali dari sana,  pesawat selalu membentuk sudut beberapa derajat ke arah tanah untuk terbang rendah di atas langit sleman. Sehingga Sleman ini terkenal dengan tempatnya pesawat terbang rendah, termasuk UVO kemaren juga ikut ambil bagian dalam atraksi terbang rendah ini beberapa waktu lalu. Hehehe……see