20


Mataku masih menyalak, seperti lampu tembak motor tiger. Di kelilingi tiga buah buku tebal  dan puluhan buku kecil lainnya, seakan-akan menengelamiku ke dalam kata-kata bahasa ingris yang melaut di kamarku. Laptop hitamku sengaja kuhidupkan menemaniku bekerja malam ini, ia begitu setia menemani setiap malamku, seperti seorang istri saja. Memang, tuk sementara dialah istriku, dia kubawa kemana-mana, menemani hari-hariku berkeliling Kota Jogya. Sungguh romantis. Dilayarnya, wallpaper Crayon Shincan sedang di timpa tinju mamanya, kepalanya penyok sebelah. Tak jauh beda dengan kepalaku sekarang, berat penuh sebelah. Software Kamus 2. 03 juga ikut meramaikan layar monitor laptop kesayanganku ini. Setiap kata yang masih asing, kuketik di dalam kamus 2. 03 itu, enter lalu arti kata langsung keluar. Sungguh canggih.

Sudah tiga hari aku berenang di samudra kata bahasa ingris ini. mempelajari stuktur, teks bacaan sekalian listening. Abjective clause, noun clause, adverb clause, parelel structure, tenses, adverb, countable and uncountable noun, conjunction, preposition, auxiliary, derivation, degree comparisons, conditional sentence, active and passive voice, noun, pronoun, verb, adverb, preposition, definite and indefinite article, semua-muanya yang berkaitan dengan grammar, harus kulumat-lumat lalu kubulat-bulat dan kupaksa mereka masuk ke otakku, walaupun otakku muntah-muntah kekenyangan.

Lagu 3 door down - here without you, Avril – when you’re gone dan lagu-lagu romantis lainnya sering kuputarkan melalui headset hitamku dengan microponnya menjulur dari penutup telingga sebelah kiri. Keren, sekilas aku mirip pilot sedang menerbangkan pesawat melintasi angkas menuju tanah Eropa. Kelihatan sekali aku asik tenggelam bersama hari-hariku dengan bahasa ingris ini, tapi taukah kalian, aku sudah hampir muntah dengan semua ini. kalau bukan karena terpaksa, aku tak mungkin melakukan ini semua.

Toefl. Empat kata yang disatukan, adalah kata-kata yang mengerikan untukku saat ini. Sama sadisnya dengan huruf Arab yang melengkung-lengkung dan botak. Hatiku ngiris. Bahkan aku tak bisa tidur malam ini memikirkan nasibku besok. 450 minimal skor yang harus kuraih, harga mati tak ada lagi tawar menawar seperti di pasar raya Padang. Sepasang cicak di lotengku, ntah mereka sedang pacaran atau sedang memburu nyamuk-nyamuk untuk makan malam mereka tertawa terbahak-bahak melihat mataku merah delima,”apa lo ketawa” aku tak peduli.


₪₪₪
Hari perangku telah tiba. Gendang perang telah di tabuh menggema menggetar gendang telinga, memutar-mutar di rumah siput, lalu dikirim ke lobus temporalis melalui saraf audiotoris. Mengema-gema, sungguh seperti dalam filem klosal romawi.

 Dengan perlengkapan seadanya aku berangkat ke lapangan pembantaian. Rambut panjangku sengaja kuikiat kebelakang, dan membiarkannya sedikit terurai di depan, seperti artis pelem korea. Di gang itu aku berjalan pelan dengan senjata lengkap. Angin berhembus berlawanan arah dari depanku, dedaunan agak menguning berjatuhan menimpa diriku. Heroic sekali. Rambut yang berterbangan di hiasi dedaunan yang berjatuhan di sekelilingiku, bila wajahku di beri warna hitam dikit-dikit, aku tak ubahnya seperti seorang pahlawan yang baru pulang dari medan laga dengan sejuta karisma yang mengelilinginya.

Sebelum berangkat menaiki bus. Aku teguk jus wartel Rp.5000 yang kubeli di depan indomaret pada mbak berambut sebahu dan murah senyum. Jus wartel adalah andalan saya setiap kali menghadapi ujian. Selain bisa melek melihat soal, juga dapat membantu melihat jawaban teman sebelah dengan terang. Nyontek.

Di depan pintu gedung ELTI Jogya,”PUSH” tulisan itu dipajang di depan pintu bening. Dengan penuh semangat, aku tarik pintu itu. Heran pintunya tak terbuka. Ternyata push artinya dorong, bukan tarik. Begok. Belum ujian udah salah. Lalu pintu besar itu kudorong dengan penuh kemenangan dan langsung  disambut lembut oleh mbak resepsionis “selamat pagiiii”, dengan senyuman yang tersungging, aku lemparkan padanya.

“aku mau daftar tes toefl mbak”

 "iya..Rp.75.000. dan tesnya pukul sepuluh sebentar lagi, ruang 24 lantai dua”

Aku langsung naik ke lantai dua meninggalkan mbak gigi kawat dengan rambut sebahu, lurus. Manis juga. 

Terlihat beberapa orang yang sedang duduk menunggu. Aku langsung menebak, mereka adalah sepertiku, tampak sebagian mereka ada yang baca buku grammer, ada yang ketawa, senyum-senyum, ada pula yang sedang komat-kamit ngomong sendiri sambil melihat ke loteng. Toefl memang virus yang aneh, bisa membuat kami seperti ini.


♀♂
Seorang wanita masih muda, dengan rambut menyerupai mi, diikat rapi. Sebuah tape recoder lengkap kaset di bawanya. Dan setumpuk kertas putih yang tak tau apa tulisannya. Dibawanya dan diletakkannya di meja kuning. Mbak yang satu ini manis juga, tapi setelah melihat benda-benda yang dibawanya, dia berubah menjadi menakutkan. Konsep conditioning operant dalam psikologi.

Section pertamapun dimulai.  Listening, merupakan bagian yang sangat sulit. Hanya modal mendengar lagu sambil melihat liriknya, aku coba untuk menaklukkan section ini. Aku bergantung pada 3 door down dan Avril mudah-mudahan lagu kalian dapat menyelamatkanku dari serangan pertama ini.  

Dengan nafas yang tersendat-sendat, detak jantung tak karuan, aku coba mendengar pertanyaan pertama. 

Man                : do you need some help, miss?
Women        : yes, could gi*(&^%^(*&*&^&%^*)*%%$#$#$%^&&&)_

Pada awal kalimat, pertanyaan pertama, aku mendengarnya dengan sempurna. Tapi setelah itu pendengaranku buyar aku seperti mendengar lagu cina yang satu katapun aku tak tahu artinya, seperti orang yang terganggu indera pendengarannya. Sungguh mengerikan. Jeda sebentar, tiba-suara orator menanyakan pada kami “what does the women mean?”. Tidak ada jalan lain, aku harus menebak, C. 

What does the women say about Billy?”, B. “Who is the Man?”, A. “What does the man imply”, D. Begitu seterusnya. Tak ada satu dialogpun aku dengar sempurna, semuanya seperti main tebak-tebakan. “Gilaaaaa” teriakku dalam hati, berteriak keras, cacing-cacing yang sedang menyantap jus wartel dalam perutku ikut terkejut “manga la paja ko makiak-makiak. Kenapa sih orang aneh ini mekik-mekik” sahut cacing nakal itu. Section pertama selesai.

Section kedua. Structure, kami dihadapkan dengan 45 kalimat, dalam bahasa ingris tentunya. Inilah kesempatanku untuk mendongkrak nilaiku. Untuk listening biarlah hancur berantakan, seperti pot bunga jatuh dari lantai 47. Tapi structure harus ku silang dengan baik. Kami harus memilih satu dari empat jawaban yang di garis bawahi, A, B, C atau D “Alexander Calder, who was originally interested in mechanical engineering, later became a sculpture”. Astagafirullahal’azimmm… sama saja, tak ada bedanya dengan section satu. Semua soalnya berada pada taraf tingkat bahasa ingris level tinggi. Akupun pasrah.

Hanya reading yang bisa kulalui dengan baik. Tentu, karena jawabannya semuanya terselip pada teks. Inilah satu-satunya yang bisa ku andalkan.

Ujianpun selesai. Karena anggota kami yang ikut tes hari itu Cuma lima orang, hasilnyapun bisa ditunggu. Suara jantung yang tak beraturan, karena harus bekerja lebih keras memompa darah keseluruh tubuhku yang mulai dingin. Otakku berat, penuh. Mataku kunang-kunang, ternyata jus wartel yang kuminum tadi tak banyak membantu mataku. Lima belas menit berlalu. Seorang wanita berambut mi kembali hadir di depan kami, lalu menempelkan selembar kertas putih di papan pengumuman di ujung lorong sana. Jantungku kembali berkontraksi keras. Dag dig dug…. dag dig dug….

Kulihat pelan, namaku ada di no dua, 130, di bawahku 153 jelas posisi urutan tidak berdasarkan nilai yang kami peroleh, data nominal dalam istilah penelitian. Hatiku tergores oleh benda tumbul, nyeri campur lembam. “ya tuhan, 20 poin lagi ya tuhan, kenapa terlalu tanggung seperti ini” hatiku kembali ngiris.


♂♀
Dalam perjalanan pulang, aku tak henti-hentinya memikirkan nilai yang dua puluh itu. Waktu berangkat tadi, gayaku tak beda seprti seorang pahlawan menuju medan perang, sekarang akibat angka 20 itu aku tak ubah seperti preman habis digebugin masa, bengkak sana sini, mata biru lembam, bibir tak beraturan. Babak belur. 

Sangat gantung sekali, seandainya nilaiku 150, aku terima dengan senang hati, karena jaraknya sangat jauh dari 450. Sekarang ini lain, nilaiku 130, hanya terpaut 20 poin untuk kucapai nilai minimal, 450. Tak bisa kupercaya.

Aku rencana mau tidur saja seharian di rumah untuk menghilangkan angka 20 yang terus berlari-lari dalam otakku. Sebelum pulang, aku singgah dulu di kedai nasi, makan siang. Ikan gembung dengan sepotong gorengan tahu menuku siang ini. Sesuap demi sesuap, angka 20 itu tetap tidak hilang dari kepalaku, mukakupun sudah mirip angka 20 sekarang. Ikan gembung dalam piringku tersenyum geli, gorengan tahu melompat-lompat riang melihat keadaanku seperti ini, mereka senang.

Pada saat itu aku taruhan dengan diriku sendiri. Aku pasang target tidak tanggung-tanggung untuk tes berikutnya. Target sepotong gerengan telah ku tetapkan. 500. Tak ada tawar menawar lagi, seperti balai Jumat Tanjung Pauh Mudik, tanpa banyak Tanya langsung bayar.

0 Comments:

Post a Comment