Dalam perjalanan pulang bersama Thomas, hati Zy masih bersama Febri. Bayangan Febri masih lekat di matanya. Wajah Febri yang manis, tawanya yang renyah, tingkahnya yang gokil membuat Zy masih termenung melihat langit Kota Jogya yang memerah di barat sana.

“woi jangan bengong aja, nanti jatoh lo” ledek Thomas menganggu lamunan Zy sambil menzig-zag laju motorya.

“siapa yang bengong? Orang lagi liat-liat Kota Jogya juga”.

“o ya siapa nama cewek tadi? Cantik juga, sikat aja, kamukan lagi gak punya pacar, aku tau, dari sma dulu kamu tu gak pernah pacaran, dan aku yakin sekarang kau masih juga ngejomlo, iyakan”

“ah sok tau kamu, cepetan ne mana sih rumahmu. Aku sudah tak sabar nih, aku pengen liat kos kamu yang katanya campur dengan cewek-cewek cantik”

“hahahahha….bentar lagi. Awas kau gak mau waktu ku kenalkan nanti”

            “jangan..takutnya dia naksir sama aku”

            “alasan dari sma itu-itu saja… o ya berapa no cewek tadi”

            Tiba-tiba Zy terkejut dengan pertanyaan Thomas yang terakhir. Dia lupa minta nomor hapenya Febri. Keasikan jalan-jalan sampai lupa lagi minta no nya, ah begok, liriknya dalam hati.

            Motor Thomas masih melaju di atas aspal hitam Kota Jogya di sela-sela keramaian mobil. Terlihat di kiri kanan jalan bangunan-bangunan yang atapnya tinggi di tengah, bangunannya yang rendah-rendah dan di hiasi lampu gantung zaman dulu. Terasa sekali kota suasana kota ini lain sekali degan Kota Jakarta dengan gedung-gedungnya yang tinggi dan rumah susun yang dempet. Dan yang tak kalah bosannya adalah macetnya, dari tadi mereka berangkat, tidak ada Zy melihat satu kemaetanpun. Ini sungguh beda sekali dengan kota Jakarta.

₪₪
            Zy tidak sabar menunggu dua hari. Dia merasakan dua hari serasa dua abad lamanya. Mau bagaimana lagi. Terpaksa harus menunggu. Zy lupa minta nomor handponnya Febri pas berpisah di taman kota malioboro tadi. Ntah kenapa Zy merasakan ada hal yang beda pada diri Febri. Apakah itu benih cinta? Zy tak mau menyimpulkan secepat itu. Dia langsung tidur di kamar putih milik temannya itu berharap bertemu dengan Febri dalam mimpi nanti.

            Hal yang sama juga dirasakan Febri di sebuah rumah yang di tengah kota Jogya. Dia sering tersenyum sendiri ketika mengingat perjalan mereka berdua tadi. Ntah mengapa ketika melihat senyum Zy hatinya terasa ringan berterbangan ke angkasa. Senyum Zy adalah senyum yang terindah yang pernah dia lihat sebelumnya. Dia juga menyesal kenapa tidak meninggalkan no handponnya pada Zy tadi. “Coba seandainya ada, aku bisa menelepon Zy dan mendengarkan suara senyum idah itu lagi” lirih Febri dalam hati, senyumnyapun kembali mekar di wajahnya. Tapi sekarang senyum manis Febri tidak sengaja dilihat oleh kakaknya.

            “haa..dari tadi senyum-senyum ada apa ayoo..??”

            “gak kok kak,”

            “tu kelihatan tadi..!!”  

            “anu kak..aku bertemu dengan seorang cowo tadi sebelum pulang. Kami seharian tadi jalan berdua” lalu Febri menceritakan semua kisahnya pada kakaknya. Kakak Febri yang jurusan konseling itu, tahu persis permasalahan yang dialami oleh adiknya. Dari dulu setiap kali Febri menceritakan masalahnya padanya, dia selalu memberikan solusi yang tepat untuk adik yang sangat ia sayangi. Itu sebabnya Febri tidak segan-segan menceritakan segala permasalahannya pada kakaknya.

            “hmm..pantasan dari tadi senyam-senyum melulu, ada no hapenya gak?”

            “itu dia masalahnya kak, aku lupa nitip nomorku pada Zy tadi, jadi gimana dong kak?”

            “ya udah, tunggu aja dua hari lagi. Perasaan kakak dia juga merasakan hal yang sama dengan kamu, jadi dia juga ngak sabaran menunggu dua hari lagi, ketemuan dua hari lagi ya Feb, sabar. Kakak yakin dia pasti datang”

            “tapi kak, diakan cuma sekali ke kota Jogya, mana tahu dia jalan ke tempat itu besok”

            “ah..itu permasalahan yang kecil untuk sebuah cinta. Ketika seseorang telah terserang virus cinta, permasalahn apapun pasti beres asalkan dia bisa bertemu dengan pujaan hatinya”

            Setelah mendengar penjelasan kakaknya dengan panjang lebar, Febri merasa tenang. Dia langsung tidur di atas spring bed bewarna ping dengan motif bunga-bunga, harapannya sama dengan Zy, berharap mereka berdua bisa berjumpa dalam mimpi.

₪₪
            Hari yang dituggupun datang. Febri sudah bangun jauh pagi dari tadi. Dia memang sudah tak sabar ingin bertemu dengan Zy. Setelah mandi Febri mengotak-atik kopernya mencari baju yang mecing untuk ketemuan hari ini dengan Zy. Beberapa baju telah di cobanya. Beberapa menit di depan cermin sambil melihat penampilannya, dia kembali lagi ke kopernya mengambil baju yang lain. Hal itu dilakukan beberapa kali, kakaknya sampai ketawa sendiri melihat tingkah laku adiknya.

            “gimana kak” Tanya Febri sambil berputar-putar di depan kakaknya.

            Terlihat Febri memakai kaos putih lengan panjang dengan celana jean bewarna hitam. Sebuah syal ping melingkar di lehernya. Rambutnya sepinggang di biarkan terurai lurus dan kepalanya di tutupi oleh topi wol putih.”hm hm..cantik amat adik kakak hari ini”. Puji kakannya sambil senyum.

            Dengan langkah tak sabar, tampak Febri di ujung trotoar. Di menuju ke salah satu kursi di sebuah taman kota di dekat Malioboro. Langkahnya semakin cepat setelah melihat jam yang melingkar di lengan kirinya. Setelah sampai di tempat terakhir kali bertemu dengan Zy dua hari yang lalu, dia coba melihat suasana di sekeliling kursi itu. Masih sunyi tak ada orang yang duduk. Hanya tampak orang yang sedang lalu lalang di sepanjang trotoar. Di tengah jalan mobil dan becak tak mau kalah menambah padatnya jalan Malioboro ini.

            Setelah menunggu agak lama, Zy belum juga datang. Wajah Febri yang tadinya tampak merah jambu, sekarang ada sebuah kekecewaan di pipinya. “jangan-jangan Zy ngak datang lagi” lirih Febri dalam hati. Untuk menghilangkan rasa bosannya, Febri membeli es krim yang tidak jauh dari tempat duduknya. Sambil menunggu Zy dengan ditemani oleh es krim yang beberapa kalu di serumbutnya. Febri melihat jam untuk kesekian kalinya, “duhh,,,Zy udah terlambat satu jam nih,,gimana dong” rintihnya.

            Es krim putih di tangan kanannya sudah mulai habis. Zy belum juga muncul. Wajah Febri sekarang berubah menjadi wajah yang penuh dengan kekecewaan.

            “Bosan nihh nunggu begini. Zy lupa gak ya ketemuan hari ini”. pertanyaan Febri makin membingungkan dirinya sendiri.”Tunggu lima belas menit aja lagi, kalo ngak datang juga terpaksa deh gua pulang, seiring dengan mencairnya rasa cinta ini dari hatiku”, lirik Febri dalam hati.

₪₪
            Muka Febri tertunduk. Bingung sedang memikirkan pertemuannya dengan Zy hari ini. Febri masih menggoyangkan kakinya mengusir bosan yang memmulai mengintai. Dia tidak menyadari Zy yang terlihat terengah-engah setelah berlari menuju kursi itu. Telah duduk di sampingnya.

            “ehmmm…” dehem Zy di samping Febri yang masih merenung dengan kaki bergoyang-goyang.

            Febri tersentak dari lamunannya. Lalu dia menoleh sebelah ke sebelah kiri, terlihat Zy sedang senyam-senyum. Zy tampak rapi sekali. Dia memakai baju hitam dengan jeans donker. Sebuah tas kecil yang disandangnya ke samping. Sederhana tapi elegan. Wajah Febri yang tadinya kusut, sekarang berubah cantik kembali. Senyum kecil muncul ketika melihat Zy telah duduk di sampingnya. Ada sebuah lubang kecil terbentuk di pipi Febri ketika dia senyum, itulah yang membuat Zy tambah manis ketika senyum.

            “maaf, aku telat. Di jalan Sudirman tadi macet, kayaknya ada kecelakaan, maaf ya..”

            “kok kamu tahu nama jalannya? Kamu kan baru di Jogya”

            “ya aku baca di di pingir jalan itu banyak, di plang-plang toko, di papan-papan iklan, kita harus cepat beradaptasi kalau di tempat baru, ya seperti itulah” gumam Zy sambil membanggakan diri berharap senyum Zy munculi lagi.

            “o..kirain kamu udah lupa kita janjian hari ini”

            “ya ngak lah…siapa juga yang lupa kalo ketemuan sama cewek semanis kamu”

            “jiahhahaha…..kamu gombal juga ya. O ya, kemana kita hari ini.

            “gak tau juga, yang ajak ketemuankan kamu, ya tanggung jawab kamulah mau ngajak aku kemana, aku sih nurut-nurut aja.

            “ke Prambanan aja yukk.?”

            “mau liat apa disana?”

            “katanya nurut-nurut aja, gimana sihh..” 

            “hahahaha..ayokk siapa takutt”

            Lalu mereka pergi dengan bus besar warna hijau daun di halte yang tidak terlalu jauh dari mereka. Di dalam bus suasana penuh sesak. Kebetulan hari minggu, sehingga banyak orang yang mempunyai acara untuk liburan dan candi prambanan merupakan salah satu tempat faforit di Jogya. Sebenarnya lokasi candi prambanan tidak lagi termasuk daerah Provinsi Jogyakarta, lokasi prambanan telah masuk ke dalam daerah Jawa Tengah, tepatnya perbatasan Propinsi Jogyakarta dengan Jawa Tengah. Untuk mencapai tempat lokasi Prambanan membutuhkan waktu lebih satu jam dari Malioboro.

            Setelah keluar dari mobil dengan penuh sesak, Febri dan Zy membeli teh poci untuk menghanyutkan rasa haus mereka, karena telah lebih satu jam dari tadi mereka tidak mendapat tempat duduk di dalam bus, terpaksa mereka berdua berdiri sambil berpegangan pada gantungan bus yang bergantungan dari atap-atap mobil.

            Mereka lalu menelusuri jalan untuk mencapai loket pembelian karcis. Sebelum masuk ke Prambanan, pengunjung harus membeli karcis terlebih dahulu di pos depan pintu masuk. Untuk hari biasa harga karcis Rp.20.000 dan pada hari libur karcis di jual Rp.23.000. Setelah membayar karcis ke petugas, Febri dan Zy memasuki sebuah pintu kecil yang bertulis “entrance”.

            Setelah di dalam lokasi prambanan, kuduanya takjub menyaksikan keindahan banggunan yang telah di bangun beberapa abad yang lalu. Bangunannya masih bagus dan pahatannya masih terlihat jelas. Di prambanan, tampak jelas di sana beberapa pahatan yang menyerupai dewa-dewa yang di percayai oleh agama hindu yang pernah berjaya di Pulau Jawa beberapa abad yang lalu. 

            Di samping candi-candi yang masih berdiri tegak. Tampak juga sisa-sisa candi yang telah roboh, hanya tinggal bebatuannya saja memenuhi pinggir candi yang masih tegak. Febri dan Zy tidak puas melihat susunan batu yang di rancang sangat indah oleh arsitek di masa kejayaan Hindu dahulu. Mereka berkeliling melihat-lihat pahatan-pahatan dan kontur-kontur bangunannya yang sangat khas Budha. Tak ketinggalan mereka naik dan masuk ke dalam ruang candi sambil berfoto-foto.

            Tidak hanya di penuhi oleh turis domestik. Turis mancanegarapun berkeliaran di sana. Ada yang berambut pirang, tidak jarang juga mereka bermata sipit dan berkulit putih yang turut memnuhi perkarangan Prambanan sambil berfoto ria dan ada juga sebagian dari mereka sibuk mencatat-catat sesuatu setelah memperhatikan pahatan-pahatan penuh menempel di dinding-dinding candi.

            Berdiri di sebuah tanah lebih dari dua hektar. Lokasi prambanan juga asik untuk dijadikan tempat berjalan-jalan. Candi prambanan seolah berada di tengah-tengah yang di kelilingi oleh padang rumput dan batang-batang kayu yang rimbun. Sambil berjalan, para pengunjung juga diiringi dengan alunan musik khas Jogya.

₪₪
            Setelah berputar-putar mengelilingi Prambanan sambil berfoto ria bersama Zy, tampaknya Febri sudah kelelahan. Keringatnya bermunculan dari sela-sela rambutnya yang ditutupi oleh topi wol putih. Di hidungnya juga penuh bermunculan cairan bening yang muncul dari pori-pori hidungya. Walaupun dalam kondisi gerah seperti itu, Febri masih tampak cantik saja.

            “kita istirahat di sana aja yuk Feb” ajak Zy sambil menunjuk ke arah kayu yang berada tidak jauh dari posisi mereka. 

            “yuk” 

            Mereka berdua lalu duduk di bawah sebatang pohon yang rimbun. Suara music jawa terdengar sayu dair kejauhan sana. Sambil meneguk air mineral yang mereka beli di luar sebelum masuk tadi, Febri sekali-kali menghapus keringat di keningnya.

            “duh capek juga ya, tidak terasa nih udah hampir dua jam kita keliling-keliling sambil foto”

            “mana hasil fotonya, bagus ngak” sambil mengambil kamera di tangan Febri.

            “nih liat, bagus-bagus semuanya”

            “iya donk, siapa dulu fotografernya” sanggah Zy sambil menyombongkan diri.

            “yeee….bukan fotografernya yang bagus, yang punya kameranya tu yang cantik.

            “hahahaha…gak ada hubungannya kaliyy..” jawab Zy sambil tertawa lebar.

            Sambil menunggu Zy melihat foto-foto mereka. Febri melihat selembar kertas putih yang berada di depannya. Lalu dia mengambil kertas itu dan mulai melipat-lipat kertas itu. Tak lama kemudian kertas yang dilipat oleh Febri, menjadi menjadi setangkai bunga mawar. Terlihat sekilas indah sekali. Bunga mawar dari kertas. 

            “ini untukmu Zy, sebagai tanda terima kasihku telah menemaniku hari ini” ucap Febri sambil menyuguhkan bungga dari kertas yang baru saja dibuatnya tadi ke depan hidungnya Zy. Zy yang sedang melihat-lihat foto kaget.

            “wah indah sekali bunganya. Buat dari apa”

            “dari kertas, aku belajar buat demikian dari temen-temen aku di Bandung, selain bungga aku juga bisa buat burung dan kapal terbang lo” jawab Febri sambil senyum.

            “O ya… bunganya bagus banget tau gak, buat apa ni bungganya? Buat rasa cintamu padaku ya” canda Zy sambil melihat-lihat bunga putih di tangannya.

            Muka Febri memerah, darahnya naik. Dia tidak tau harus bicara apa. “ya anggap saja seperti itu” jawab Zy dengan wajah tersipu. Secara tidak sengaja, mereka berdua telah mengetahui perasaan masing-masing.

₪₪
            Setelah seharian jalan-jalan. Hari tampak telah mulai gelap. Matahari yang gagah perkasa mengirim cahayanya ke bumi. Kini telah tenggelam di barat sana. Warna jingga di barat sudah menghilang perlahan. Terlihat jam yang mengantung di dinding halte bus telah menunjuk jam tujuh. Tampak Zy dan Febri sedang menunggu bus di dalam halte untuk kembali ke tempat pertemuan mereka pertama tadi, taman kota malioboro.

            Bus tampak lengang. Terlihat ada beberapa bangku kosong. Febri dan Zy lalu menuju ke arah dua bangku kosong di belakang sopir. Di dalam perjalanan mereka habiskan bercerita dan bercanda tentang pengalaman mereka di Prambanan tadi. Tak jarang suara tawa mereka terdengar.

            Tak terasa merekapun telah sampai di tempat taman kota malioboro. Mereka turun dan langsung menuju ke kursi yang mereka duduki tadi pagi. Sambil manikmati mi ayam yang mereka beli, mereka kembali bercerita.

            “O ya Zy. Kapan kamu pulang ke Jakarta?”

            “mungkin empat atau lima hari lagi, kenapa emangnya?”

            “gak. Aku Cuma nanya. O ya Zy aku pulang besok” suara Febri keluar terbata. Zy menghentikan makannya, terkejut, menatap Febri dengan serius.

            “kok bisa secepat itu sih Feb?” 

            “aku cuma mengantar beberapa buku kakak yang ketinggalan di Bandung kemaren, dari pada di kirim ke pos aku usul sama mama supaya aku yang ngantar sekalian liburan, dari rencana awal aku hanya tiga hari di Jogya Zy, dua hari lagi kami ujian semester, sekarang kebetulan saja kami sedang libur tenang, maaf Zy kalau terlalu cepat” jelas Febri dengan nada agak sedih.

            Zy tidak menanggapi penjelasan Febri. Dia melahap mi ayamnya dengan cepat. Tingkah lakunya berubah setelah Febri menjelaskan semuanya. Dia tampak kecewa.
            “kamu marah Zy” tambah Febri dengan suara sedih “o ya sebelum keberangkatanku besok, aku ingin bertemu kamu sekali lagi di sini. Ku harap kau datang. Tambah Febri.

            Zy juga tak menjawab. Dia langsung membayar mi ayam yang di telah habis dan mengembalikan piring pada mas yang sedang duduk di samping gerobak mi ayamnya, “berapa mas, dua?” Tanya Zy.

            “lapan ribu mas”

            “o iya” jawab Zy yang langsung memberikan pecahan sepuluh ribuan pada mas mie ayam dan langsung berjalan kea rah Febri yang masih duduk dengan wajah yang agak sedih di bangku tadi.

            “ayo Feb kita pulang sudah malam, aku naek angkot aja ya, kamu ke sanakan” suaranya dingin, sambil menunjuk jalan arah Febri pulang kemaren.

            “iya, aku lewat sana, aku pulang dulu ya Zy” suara Febri semakin mengecil menahan tangisnya yang nyaris saja keluar setelah melihat tingkah laku Zy yang dingin setelah menjelaskan tentang kepulangannya besok. Febri langsung berdiri dan mulai berjalan menyebrang jalan menuju jalan pulang ke tempat kakaknya di sebrang sana. Sebelum menyebrang, Febri menoleh ke belakang arah Zy. “aku berangkat jam Sembilan besok Zy”, setelah mengucapkan kata terakhir itu, Febri langsung menyebrang jalan dan berjalan pelan samapi ke trotoar sebrang dan lalu menghilang di telan kelam.

            Zy yang masih duduk termenung di kursi tadi. Dia tidak marah pada Febri, mana mungkin dia bisa marah pada orang yang mulai di cintainya. Zy Cuma kecewa dengan kepulangan Febri terlalu cepat. Dia masih memikirkan apakah  dia harus hadir di tempat ini besok, taman kota malioboro, untuk melepaskan keberangkatan Febri ataukah dia harus melupakan Febri karena telah kecewa. Dia tidak tahu. Tapi kebutusan Zy sekarang tidak akan hadir di tempat ini besok. Biarlah. Mungkin Febri tidak di takdirkan bersamaku. Lupakanlah dia, masa baru kenal dua hari juga, lirihnya dalam hati. Lalu Zy bangkit dari duduknya dan menyetop sebuah taksi dan langsung pulang.

₪₪
            Zy masih berguling-guling di atas kasur. Kepalanya masih penuh dengan pertanyaan, apakah menemui Febri di taman kota malioboro itu atau tidak. Dia masih bimbang, dia masih tidak mau terima tentang kepulangan Febri ke Bandung terlalu cepat. Terlihat jam di atas almari telah menunjuk jam delapan. Satu jam lagi Febri akan berangkat. Dia yakin Febri pasti sedang menunggu kedatangannya  di taman kota malioboro sana.

            Dengan wajah kusut. Zy masih berpikir dan berpikir. Lalu dia ambil keputusan, “tidak akan menemui Febri. Setelah mengambil keputusan itu, Zy lalu bangkit lalu berjalan dengan kaku ke kamar mandi. Setelah tampak segar, Zy duduk di depan kamar Thomas. Tiba-tiba ingatannya kembali ke Febri. “kamu orang yang egois Zy, apa salahnya sih ngalah dikit aja tuk bertemu dengan Febri sekarang? apakah kamu akan membohongi perasaanmu sendiri bahwa kamu cinta padanya” sebuah suara datang dari hati Zy. Setelah mendengar suara itu, Zy langsung berlari ke pintu pagar besi kosnya Thomas. Sambil menghentikan taksi hitam dia melirik sebentar ke handponnya telah menunjuk pukul 8:45. Dia berharap bisa bertemu dengan Febri sebelum keberangkatannya.

            “kamu bodoh Zy, kenapa kamu ngak berangkat dari tadi aja, itulah dirimu yang selalu bertingkah egois” suara itu muncul lagi, dan Zy merasa bersalah pada dirinya dan pada Febri. 

            “yang cepat mas. Aku sudah telat nih” suara Zy keras pada supir taksi hitam itu.

            “waduh dik di depan sana macet. Gimana dong”

            “aduuhhh siall…kalo dari sini ke taman kota malioboro jauh gak pak?” Tanya Zy dengan penuh 
penasaran.

            “gak terlalu jauh sih, kira-kira setengah kiloan” 

            Zy melihat keadaan. Macetnya terlalu panjang. Karena agak pagi biasanya jalur ke Maliobor di penuhi oleh kendaraan yang lalu lalang.

            “ya udah mas, aku turun di sini aja”. Setelah membayar taksi itu, Zy berlari di tengah ramainya jalan Malioboro. Taman kota malioboro berada di ujung jalan malioboro sana. Zy harus berlari secepatnya untuk bisa bertemu dengan Febri. Sambil berlari, Zy tak henti-hentinya berdoa supaya dapat bertemu dengan Febri di ujung sana sebelum dia pulang ke Bandung.

            Zy pun tiba di taman kota malioboro. Tak ada orang di kursi yang mereka duduki kemaren. Zy berjalan dengan pelan ke kursi itu dengan penuh penyesalan dan tak percaya. Dia duduk di kursi merenungi penyesalannya.

            Sementara itu Febri sedang berada di di dalam perjalanan ke Bandara Adi sucipto. Febri berangkat jam sepuluh nanti. Satu jam sebelum keberangkatan, dia harus Check in dulu di bandara. Tambak wajah Febri terlihat sedih dalam taksi yang melaju kencang itu. Sekali-kali air matanya jatuh dari ujung matanya. Dia sangat menyesal sekali telah membuat Zy kecewa. Tapi dia yakin, mereka akan bertemu lagi di lain waktu.

₪₪
            Sementara Zy masih termenung di atas kursi itu. Dia masih tak percaya Febri telah pulang ke Bandung secepat itu. Tapi dia masih merasakan Febri masih dekat dengannya sekarang. Dia juga tak mengerti apakah perasaan itu. dia merasakan Febri berada di sampingnya sekarang. Sebelum berdiri tuk pulang, Zy tak sengaja melihat sebuah bunga kertas putih yang mirip di buat oleh Febri di Prambanan kemaren. Bunga itu terkulai seperti layu di atas pagar besi. Bunga itu sengaja Febri letakkan sebelum dia meninggalkan taman kota malioboro untuk berangkat ke bandara beberapa menit yang lalu. Zy mengambil bunga itu dan memandangnya dengan perasaan hancur, ingatanya bersama Febri di Prambanan kemaren kembali terukir, tapi sekarang tidak indah lagi, kenangan itu telah menjadi kenangan yang menyakitkan setelah Zy tidak bisa bertemu dengan Febri tuk terakhir kalinya. Zy membuka lipatan bunga kertas putih itu:

Siapakah dirimu yang seenaknya saja
Menyusup ke dalam hatiku
Taukah kamu aku sedang terjatuh
Taukah kamu aku sedang terluka

Tapi mengapa kau tetap menyusup
Kedalam hatiku seperti itu?

Tapi sekarang aku sadar
Aku sudah tidak terjatuh lagi
Aku sudah tidak terluka lagi

Terima kasih telah menyusup ke dalam hatiku
Dan membingkai sebuah cinta di sana
Aku cinta padamu…..
                          Febri, orang yang akan selalu merindukanmu.

0 Comments:

Post a Comment