Kapal Terbang 1

  Ada getaran dari bawah bantal....grrrrrrrr
  Ternyata N1208ku yang kusayangi, terlihat tulisan 05:45 di sudut kanan bawah, aku harus sampai di bandara pukul 08:00. Aku langsung ke kamar mandi sambil mengucek-ngucek mata dan berjalan oleng, ada handuk merah di tanganku. Tak lama kumudian terdengarlah suara air perjatuhan ke lantai dari ruang dengan berkeramik merah itu. Keluar dari kamar mandi terlihatlah tegak seorang pemuda yang wajahnya penuh kecemasan. Ada warna merah di pipinya, tapi di bibirnya terlukis warna kuning pucat. 

  Ya...itu aku hari ini penerbangan pertama selama hidupku bersama Lion Air, yang pesawatnyapun belum pernah kulihat sebelumnya bahkan di dalam tv sekalipun. Walaupun mukaku telah ku ku bersihkan dengan Ponds anti jerawat yang katanya bisa memutihkan wajah, tetap saja warna pucat di bibirku tak dapat kusimpan.

"Mati aku.." bisikku dalam hati.

Sejak Tragedi pohon rambutan 11 tahun yang silam aku sagat takut dengan namanya ketinggian. Tragedi itu terjadi ketika aku duduk di kelas satu MTsN, aku terjun bebas dari pohon rambutan tanpa menggunakan parasut, tak seperti aksi Jeki Cen di dalam tv itu, tangankupun bengkok sebelah, dan akupun harus terbaring di atas sofa dan tidak bisa keluar rumah selama sebulan, tapi salah satu hikmah yang ku dapatkan dari tragedi itu "dengan tidak terkena sinar UV selama satu bulan, kulitku tambah putih walaupun tanpa  pake citra sekalipun.." PDku dalam hati.

Dengan ransel hitamku akupun melangkah dari sebuah rumah yang agak angker itu ke jalan Gajah Mada kira 100 m dari rumah di pinggiran kuburan tadi. Lalu aku meluncur dengan angkot kuning ke Basko Hotel di Air Tawar Barat. Dengan tanganku yang masih bergetar ku coba menghentikan sebuah taksi biru yang berlari dengan cepat. Takku duga berhenti juga benda beroda empat itu di depanku.

"Ke bandara bara da?" tanyaku pada laki-laki berambut ikal pendek yang berada di belakang sebuah kemudi.

"Satuih diak, tapi bisa kurang setek" jawabnya sambil senyum-senyum.

"Lapan puluah se ba a" ancamku sambil melirik taksi lain yang berada di sebrang jalan sana.

Dengan perasaan takut kehilangan pelanggan pertama, dengan wajah yang penuh kemenangan sopir itu menjawab "Naiklah diak.."

Setalah ku dengar instruksi itu keluar dari mulut sopir itu, langsung ku genggam ganggang pintu belakang yang bewarna hitam. BUUKKK, bunyi itu keluar pas pintu itu ku tutup dengan agak kencang. Kami pun meluncur dengan santai ke Bandara Internasional Minang Kabau. Hatikupun mulai merasa ada sesuatu yang agak aneh. Selama perjalanan sekitar 20 menit itu  anganku selalu terbayang tanah yang segera kutinggalkan ini, tak terasa 4 tahun sudah aku berada di sini, sekarang gelar sarjana telah kusandang di pundakku, tibalah saatnya aku harus mempertaruhkan gelar ini ke tanah Jawa. "Selamat tinggal tanah yang penuh kenangan, semoga kita berjumpa lagi suatu saat nanti" suara dalam hatiku lirih, dadaku terasa sesak, mataku berat seakan-akan ada  cairan memaksa keluar, tapi kutahan, takut ketahuan pak sopir yang sedang melirikku melalui kaca berbentuk kotak di atasnya.

Saat yang mendebarkan itupun datang, sekarang aku telah berdiri di depan gerbang bendara minang kabau ini. tampaklah dua orang satpam berjaga di pintu itu dengan benda panjang bewarna hitam di genggamannya. Setiap orang yang masuk, di lintaskannya benda tersebut dari kepala sampai kaki orang tersebut, jika suara TIITTT tidak keluar dari benda tersebut,barulah seseorang bisa lewat ke dalam pintu berukuran satu meter yang dijaganya itu. "Kemana Arahku??, aku tidak tau sedikitpun tentang tata ruang tempat ini" keluhku dalam hati. Tiba-tiba sebuah suara datang dari hatiku yang terdengar jelas di telinggaku. "Ikuti orang banyak" instruksi singkatnya". "Wahhh..kadang-kadang pintar juga lo" pujiku pada diri sendiri.

Akupun mengikuti orang banyak, ternyata arahnya tepat pada dua orang satpam jaga itu tadi. Benda panjang yang di genggamnya pun melintasi tubuhku dari kepala sampai ke telapak kakiku. Dengan yakin lalu ia berkata padaku.

"Silakan...selamat datang di bandara minang kabau" terdengar dengan ringan keluar dari mulutnya.

"Sama-sama mbak.." jawabku sambil melihat ke sekeliling ke mana lagi arah yang harus kutempuh setelah proses ini.

Ternyata sekitar 40 meter sebelah kiri adalagi gang kecil. Ada sebuah benda besar setinggi lutut yang lantainya berjalan otomatis. Lalu ku lihat orang-orang meletakkan barangnya di atas benda itu dan mereka satu-satu masuk ke sebuah pintu di sebelahnya menuju ruang yang tampak lebih besar di balik tempat ku berdiri sekarang. Akupun mencoba meniru aksi orang banyak ini. Kuletakkan ransel hitamku diatas benda yang berjalan ini, lalu secara otomatis ransel hitamku di bawa kesebuah kotak besar lalu samapi pada ruang sebelah. Sedangkan aku harus melewati sebuah pintu yang juga di jaga satpam. 

TITTTT terdengar suara alarm ketika aku berada pas di pintu itu. Mukaku memerah, kakiku bergetar, hatikupun bertanya-tanya penasaran. "Lo kok bunyi, jangan-jangan ada bom di dalam sakuku" sangkaku, sambil teringat sekilas salah satu adengan dalam sebuah filem korea romantis yang alarmnya juga berbunyi pas di bandara.

"Hapenya.." terdengar suara berasal dari satpam yang berada di depanku. "Hape jangan dibawa lewat pintu, letakkan di sini" lanjutnya sambil mengarahkan telunjuknya ke salah satu kotak di sebelah kanan pintu itu. Baru setelah melewati pintu tersebut hape baru bisa diambil kembali.

  "OOO..." bisikku dalam hati. Dengan mengangkat ransel hitamku yang telah sampai duluan, lalu ku sandangkan di punggungku, aku kembali bingung. Kemana lagi arahku. Tampaklah berjejer barisan orang-orang antri. Di paling depan antrian itu berdirilah dua orang yang berseragam khusus yang di atasnya terdapat sebuah monitor yang bertulisan Air Asia, Merpati, Garuda. Ya.. aku baru tahu, langsung ku berjalan sambil mencari monitor mana yang terdapat tulisan Lion Air. Ternyata tepat di paling ujung, akupun ikut bergabung dalam antrian ini sambil tangan kananku mengenggam selembar kertas tiket yang telah ku beli secara online seminggu yang lalu.

Akhirnya giliran antriankupun datang. Terlihat dua wanita yang berparas cantik, dengan bulu mata melentik, aku perhatikan dengan jeli ternyata ternyata bulu matanya palsu. Dia mengambil tiket yang ada di tanganku. Tidak lama kemudian dia memberikan lembaran yang lebih kecil padaku, tertulis pada kertas tersebut, seat 15 C, Gate 2, depart Padang (10:05), Arrive Jakarta(11:45). Aku merasa ada yang lain saat membaca kata Jakarta di kertas itu. Hidungku mengembang seperti bunga bakung,aku senang tak karuan "Jakarta, tunggu aku, sebentar lagi aku sampai" bisikku dalam hati. 

Di ruang tunggu, kegembiraanku semakin menjadi-jadi ketika melihat kata Jakarta di kertas itu. Tak sengaja kulihat ada angka jam yang tertulis di sebelah Padang dan Jakarta, kemudian kihitung selisih jam di Jakarta dengan jam di Padang,  "Yaa Tuhaannn aku di atas setinggi 8000 kaki dari permukaan laut sejam lebihhh?" bibirku berkata kelu. Keringat yang tadinya mulai kering kini kembali membasahi punggungku, di tenggorokanku aku merasakan ada sebuah benda yang tersumbat di sana, aku sulit menahan ludah, telapak kakiku dingin begitu juga telapak tanganku.

Tak lama kemudian terdengar suara "Penumpang Lion Air silahkan segera mengambil tempat di dalam pesawat sekarang, tidak lama lagi kita akan berangkat". Benda yang kurasakan di tenggorokanku semakin besar, air ludah semakin sulit ku telan. Dengan kaki yang masih bergetar aku coba melangkah, aku merasa sedang berjalan di tengah salju dingin yang membuat kakiku beku. Bagaimana nasibku di dalam pesawat nanti?. siapa gadis manis yang duduk di sampingku? ikuti kisah selanjutnya di Kapal Terbang 2 beberapa minggu lagi lagi.

0 Comments:

Post a Comment