Seputar Tanjung Pauh Mudik

Tulisan ini ditulis berdasarkan hasil dari diskusi sambil dengan beberapa orang kawan dan observasi yang saya lihat di lingkugan Tanjung pauh Mudik. Tulisan ini sengaja di deskripsikan dengan gaya cerita supaya enak dibaca, apabila terdapat tempat, nama yang sama merupakan kebetulan belaka.
Selamat meinikmati

Suatu pagi di pinggir jalan depan mesjid Nurul Jalal Tanjung Pauh Mudik, tampaklah empat orang pemuda yang sedang nongkrong di atas motor yang berjejeran di pintu masuk Mesjid. Pagi itu adalah hari minggu, hari yang menyenangkan setelah seminggu lamanya kesibukan dunia kuliah mengisi waktu mereka. Dengan ditemani sebatang rokok yang masih belum habis yang dijepit di antara jari telunjuk dan tengah tangan kirinya, sentur berkata membuka pertemuan mereka yang rutin setiap minggunya sekedar untuk melepaskan penat kuliah mereka “lahh tugas kuliah banyuk nyan lah. Duuh tugas kuliah udah terlalu banyak” lirihnya sambil meghela asap rokok sempurna di tangan kirinya.

“Yang namanya tugas ya di buatlah” jawab Ahmad dengan santai.

“udah malas aku buat tugas dari dosen tu lagi, tugas yang dah dibuat ngak pernah diperiksa “ tambah sentur yang mukanya sekrang berubah agak kecewa.

Ditengah asik mereka membahas masalah kuliah, tiba-tiba lewatlah seorang gadis yang mau pergi kebalai dari lorong SMP yang kira-kira terletak 500 m di sebelah udik lokasi nongrong mereka. Cewek ini berparas putih dengan pipi merah jambu, bibir sedikit merekah yang nampak gincu bewarna bening menempel disana. Dengan baju bewarna kuning punai ditemani rok selutut dengan motif mawar yang di dominasi warna ping. Dari dalam rok itu muncullah dua buah kaki yang dibalut seksi oleh celana lejing hitam panjang sampai ke mata kaki. Matanya sipit menambah pesona cewek bak seperti sinar bintang kejora yang menembus kegelapan awan malam. 

“hoi paulin lewat tuh..!!” teriak Abdul yang sedang termenung ntah memikir apa.

Ya… Paulin, begitulah nama cewek bertangan seputih lilin itu. Cewek itu berjalan terus ke hilir dan meninggalkan kelompok ini yang sedang kelepek-kelepek ketika Paulin melintas di depan mereka.

“wah elok nian si Paulin itu, siapa pacarnya sekarang ya,,?” ketus Muttaqin sambil mengaruk-garuk kepalanya. “kok cewek-cewek di Tanjung Pauh Mudik ini cantik-cantik semua ya? Matanya sipit, kulitnya putih, agak rendah, dan hidungnya gak terlalu mancung” tambah muttaqin dengan penasaran.

“O ia, hari jumat kemaren kami belajar sejarah kerinci di salah satu mata kuliahku semester ini, menurut literatur yang saya temukan, kita yang dari Tanjung Pauh ini berasal dari Ras Astronesia di Taiwan, mereka melakukan perjalanan ke arah Indonesia melewati Thailand, Malaysia, terus ke Riau dan sampailah mereka di Kerinci. Ada lagi sebagian kelompok ini berlayar sampai ke Madagaskar ke Afrika sana” jelas Sentur dengan semangat.

“itu makanya Orang Tanjung Pauh agak mirip dengan orang-orang Cina ya?” ahmad mencoba menganalisis.

“betul sekali, coba liat daerah-daerah seperti Riau, Thailand, Malaysia, dan bandingkan dengan kita orang-orangnya agak mirip-miripkan? Itu tandanya kita berasal dari ras yang sama, mungkin mereka yang di Madagaskar sana juga agak-agak mirip dengan kita, masalahnya kita ngak pernah ketemu sama mereka” lanjut Sentur panjang lebar.

“apa gerangan kok bisa nyasar sampai ke Tanjung Pauh ya?” Tanya Muttaqin dengan penuh penasaran.

“ngak tau juga mengapa ia sampai disini, menurut ceritanya, mereka tersesat di talang intah (nama sebuah lokasi yang jauh di atas bukit desa Tanjung Pauh Mudik), di atas sana, lalu mereka mengelip-ngelipkan cahaya dengan menggunakan kaca ke arah danau sana, yang sekarang kita kenal dengan Senggarang Agung, coba lihat orang-orang senggarang agung, agak mirip-miripkan jugakan dengan orang Tanjung Pauh Mudik, tu disebabkan keturunan kita sama, tapi kita ada darah Astronesianya” jelas Sentur lagi.

“kenapa pake cermin segala sih, ngak ada alat yang lain apa yang lebih keren dikit?” Tanya Abdul, sambil memungkukkan badannya kedepan menandakan ia sangat tertarik sekali dengan cerita ini.

“waktu itukan belum ada alat komunikasi seperti kita sekarang, jadi mereka menggunakan kilat cermin untuk member isyarat kepada orang lain,”

“Ooo… terus, terus” buru Abdul masih penasaran dengan kelanjutan ceritanya.

“terus mereka bertemu dan bekeluarga, kemudian mereka mendirikan pondok-pondok di larik wow (sebuah lorong yang di percayai sebgai lorong yang pertama di Tanjung Pauh Mudik). Semakin lama mereka semakin berkembang dan banyak, sehingga sebagian mereka membuka lahan pertanian. Pada Awalnya mereka berkembang ke arah Sungai Batang Merao, karena mereka membutuhkan air, baik untuk pertanian maupun untuk kegiatan rumah tangga seperti memcuci, memasak dan lain-lain” lanjut Sentur cukup panjang.

“Ooo..dengan berkembangnya jumlah penduduk, maka mereka mencari tempat baru untu menetap, sehingga muncullah larik-larik lainnya sepeti larik mudik, koto dumu, larik solok dan larik lindung yang bersampingan dengan larik wow ini ya” Ahmad mencoba menganalisis.

“ya benar sekali, pada awalnya kehidupan beralangsung di dusun ini saja, baru setelah penduduknya rapat dan penuh barulah sebagian mereka pindah ke bagian atas. Coba bandingkan rumah di dusun dengan yang di atas, bedakan?” Tanya sentur.

“kalaw menurut saya sih untuk daerah dusun sana ngak perlu di renovasi atau dibangun ulang lah rumahnya, supaya kita punya perjalanan sejarah yang baik, di atas di dominasi rumah modern, sedangkan di dusun didominasi rumah-rumah tradisonal, kan suatu sentuhan yang sangat bagus, lagian kita bisa jadikan rumah-rumah tradisional ini sebagai aset wisata untuk mereka yang berjiwa tradisionil. Lagian para orang modern juga tidak selalu senang dengan kemajuan, orangpun punya titik jenuh, tu makanya orang-orang turis lebih suka tempat-tempat tradisonal seperti Jogya, Bali iya kan. Coba bayangkan dalam satu daerah terdapat dua lokasi yang kontras, di bagian dusun berjejer bangunan tradisional sedangkan di bagian atasnya berjejer pula bangunan modern, wahh…suatu perpaduan yang sangat jarang, pasti menjadi unik” jelas Sentur sambil mengelap peluhnya yang mulai keluar.

“tapi masalahnya mereka yang tinggal di dusun itu ngak mau di cap sebagai orang ketinggalan, itu makanya mereka ikut membangun rumah yang baru iya kann..” analisis Abdul mulai keluar.

“benar sekali dul” jawab Sentur dengan senang, penjelasannya dapat diterima dengan baik oleh teman-temannya.

“tapi yang membuat saya heran, mengapa orang Tanjung Pauh Mudik ini banyak sekali punya sawah ya?, seperti lamadi, khu, ujow, udik usong, ili usong, pelok sensow, tanoh untoh, umow jalon barrow,umow lubok, ndu takumpo dan sebagainya. Sehingga orang-orang dari desa tetanggapun berdatangan ketika kita sedang menuai atau menyabit padi kita, apakah orang-orang ini gak punya sawah apa?” Tanya Mutaqin secara kritis.

“mungkin nenek moyang kita dulu bekerja membuka lahan dengan rajin sehingga kita mempunyai sawah yang banyak, sampai sekarang ia kan.”

“bukannya mereka ngak punya sawah, seperti yang aku pernah dengar desa tetangga kita debai dulu bergabung dengan kita Tanjung Pauh Mudik, ntah karena masalah apa mereka memisahkan diri dari Tanjung Pauh Mudik, kalau mereka pindah, mereka ngak ikut giliran menggarap sawah lagikan, karena sawah itu milik kita, itu sebabnya mereka ngak punya sawah, bukan ngak punya sih tapi sedikit.” analisis Sentur. 

“dengan hidup kaya seperti ini, aku merasa ada kebiasaan yang buruk pada Tanjung Pauh Mudik ini” keluh Sentur.

“apa itu? “ buru Ahmad dengan ceplos.

“ada dua hal yang membuat kebiasaan Tanjung Pauh ini menjadi negatif. Yang pertama, dengan banyaknya kita mempunyai sawah, kita hanya fokus untuk megurus itu saja, sehingga membuat kita jarang keluar daerah, ngak tau perkemabangan di daerah orang lain. Dengan seperti ini aku takutnya kita seperti katak dalam tempurung yang Cuma mengandalkan kemampuan kita hanya di dalam saja, tidak melihat perkembangan orang lain. Kan agama kita juga menyruh kita untuk berhijrah, artinya keluar daerah dan belajar disana kemudian mengaplikasikan ilmu yang di dapat untuk kemajuan negeri. kalau kita keluarkan kita juga bisa membandingkan bagaimana kita dengan orang lain, saya rasa itu merupakan pelajaran yang baik untuk mengembangkan kreativitas melalui belajar dari daerah atau budaya lain” jawab Sentur dengan agak lemas.

“menjaga hartakan juga anjuran Agama Sen,” Tanya mutaqin coba menyanggah.

“iya benar.. Tapi coba pikirkan, dulu memang sawah sangat berarti. Coba liat sekarang, penduduk sudah padat, hanya mengandalkan sawah saja saya rasa ngak cukup untuk hidup kedepan yang keadaan ekonominya semakain keras, saya takutnya kita akan menjadi desa yang miskin kalau hanya mengandalkan sawah saja, tapi syukurlah kemaren banyak orang Tanjung Pauh Mudik yang lulus ikut PNS”. Sedikit senyum terbit di sudut mulut Sentur. 

“yang keduanya?” buru abdul.

“yang kedua nihh yang bahaya, apalagi kita generasi muda. Seperti ini, dulu sawah kita kan banyak, penggarapannyapun bergiliran dalam sebuah keluarga, dengan tidak belehnya orang luar ikut menggarap sawahnya, orang-orang tua masa dulu melarang anaknya menikah dengan daerah lain, daerah tetanggapun ngak dapat restu apalagi mau nikah dengan orang jawa, minang atau daerah lainnya. Pelarangan itu yang terus-menerus ditetapkan leh orang tua dahulu lama kelamaan menjadi kebiasaan, dari kebiasaan menjadi norma, dari norma berkembang pula menjadi budaya, coba pikirkan bagaimana sulitnya untuk menghapus sebuah budaya dari suatu daerah, buktinya coba liat orang-orang Tanjung Pauh Mudik menikah dengan orang luar, sangat jarangkan. Yang kasian juga orang yang terlanjur cinta pada orang lain, dia pasti akan menghadapi kisah cinta yang sedih” jelas Sentur dengan suara yang menjorok ke dalam, karena ia juga terkait cinta dengan orang minang.

Tidak lama kemudian terdengarlah azan zuhur yang memekik dari corong mesjid yang bertengger di atas menara setinggi 6 lantai, lalu mereka berempatpun bubar dengan sepeda motor mereka masing-masing. 

“kita diskusi lagi jam dua nanti ya..??” sahut Ahmad sambil memutar habis gas motor supra nya. BUMMMMM….!!!

2 Comments:

  1. Desy said...
    ooo cung ceritou... mboh nyan kw mirip orang cinu.... haha...
    ihsan said...
    iyoooo....leh kaw mon yun woo man

Post a Comment